Utang Program BPJS Kesehatan ke Distributor Capai Rp 6 Triliun, Bisa Picu Kekosongan Obat
Adapun total utang fasilitas kesehatan (faskes) ke distributor obat yang jatuh tempo di akhir November 2019 diperkirakan mencapai Rp 6 triliun
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pihak distributor farmasi (PBF) menagihkan pembayaran utang dari program BPJS Kesehatan yang terus membengkak.
Adapun total utang fasilitas kesehatan (faskes) ke distributor obat yang jatuh tempo di akhir November 2019 diperkirakan mencapai Rp 6 triliun.
Baca: Cara Turun Kelas BPJS Kesehatan Lewat Program Praktis, Berlaku Mulai 19 Desember 2019
Besaran utang tersebut belum termasuk tunggakan apotek Program Rujuk Balik (PRB) BPJS Kesehatan ke PBF diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun.
Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) Darodjatun Sanusi menyebutkan pencairan dana terbaru dari pemerintah pada November lalu baru masih jauh menutupi besaran utang.
“Pemerintah sudah cairkan dana tambahan untuk BPJS Kesehatan Rp 9,3 triliun di akhir November 2019, namun pantauan GPFI para PBF hanya menerima kucuran dana dari Faskes JKN sekitar Rp 450 miliar atau sekitar 5 persen saja,” ungkap Darodjatun melalui keterangan tertulisnya.
Kondisi utang ini terus bertambah seiring dengan usia piutang yang meningkat dari 60 hari menjadi 155 hari.
Utang juga akan terus menumpuk karena fasilitas kesehatan terus belanja kepada distributor untuk memenuhi pelayanan kepada BPJS Kesehatan.
Akibatnya dengan tumpukan utang tersebut membebani kelangsungan usaha distributor obat.
Distributor obat pun harus menanggung beban tambahan modal kerja dan bunga pinjaman bank yang besar, sehingga menurunkan tingkat profitabilitas distributor obat.
Baca: Cara Turun Kelas BPJS Kesehatan Secara Online Lewat Aplikasi Mobile JKN, Khusus Peserta Mandiri
Utang tersebut juga bisa berdampak pada industri penyuplaian obat sehingga terjadi kekosongan obat di fasilitas kesehatan yang melayani pasien BPJS Kesehatan.
“Industri farmasi di Indonesia siap mendukung keberlangsungan JKN yang sangat besar manfaatnya bagi masyarakat Indonesia, namun tanpa cash flow ibarat tubuh tanpa aliran darah, semua akan mati,” pungkas Darodjatun.