Konsumen Berhak Dapatkan Informasi Transparan tentang Distribusi Produk Pangan
Sistem pangan modern memberi kita kemudahan untuk mendapatkan berbagai produk pangan bahkan ketika iklim tidak memadai.
Editor: Choirul Arifin
![Konsumen Berhak Dapatkan Informasi Transparan tentang Distribusi Produk Pangan](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/teknologi-blockchain-123.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tuntutan akan transparansi mengenai asal usul pangan yang kita konsumsi kini semakin meningkat untuk membantu kita mengambil keputusan bijak untuk hidup lebih sehat.
Teknologi dan cara pertanian baru telah menyediakan informasi dan transparansi yang berguna untuk membantu orang membuat pilihan lebih baik.
Sistem pangan global memungkinkan makanan ditanam di mana saja yang memiliki iklim yang tepat, sebelum dipanen, dikemas dan kemudian dikirim.
Sistem pangan modern memberi kita kemudahan untuk mendapatkan berbagai produk pangan bahkan ketika iklim tidak memadai.
Namun, kelemahan dari rantai makanan yang panjang dan berbelit-belit ini dapat mengaburkan dari mana suatu produk berasal sehingga kita mungkin tidak tahu komoditi pangan mana yang sebenarnya dikonsumsi.
Baca: Tokoin dan KuCoin Bangun Kolaborasi Kembangkan Blockchain secara Masif di Indonesia
“Sistem pangan di Indonesia belum jelas peredarannya. Jalurnya sangat panjang. Ada tengkulak, agen-agen kecil, lalu petani. Untuk memetakan perjalanan ini, dibutuhkan teknologi dan blockchain memang diciptakan untuk kasus-kasus seperti ini," ungkap Supervisory Board Asosiasi Blockchain Indonesia & Senior Consulting Partner Blocksphere.id, Pandu Sastrowardoyo.
Baca: Pernyataan Presiden Xi Jin Ping Gairahkan Pasar Aset Kripto Berbasis Blockchain
Dia mengatakan, teknologi Blockchain membantu banyak pihak berbeda dalam sebuah rantai pasokan untuk mendapatkan rasa saling percaya.
Supermarket besar di Belanda, Albert Heijn, mulai mengaplikasikan blockchain untuk menelusuti perjalanan jus yang mereka jual. Dengan menggunakan kode Respon Cepat atau yang lebih dikenal sebagai kode QR, konsumen dapat melihat peta perjalanan jus mereka ke meja sarapan.
Konsumen diajak untuk melihat semua perhentian di sepanjang jalan. Istilahnya, Anda bisa melihat perjalanan dari hulu ke hilir. Idenya sederhana yaitu untuk menggambar hubungan antara sebotol jus dan dari mana asalnya.
Dalam blockchain, data dibundel bersama dalam serangkaian paket yang dikenal sebagai "blok" yang secara digital "dirantai" bersama-sama dan disimpan di banyak komputer sekaligus.
Setiap blok data dienkripsi dengan ketat sehingga tidak dapat diubah oleh siapa pun lebih lanjut di sepanjang proses.
Ketika kita membeli langsung komoditi pangan dari petani, kita dapat datang dan menanyakan apa yang ingin diketahui langsung kepada petani.
Namun ketika informasi tentang makanan tidak dapat dengan mudah dicapai, penjual atau produser makanan harus memutuskan data apa yang paling penting untuk dibuka.
Pandu mengatakan, terlalu banyak informasi dapat dengan mudah menjadi tidak berart karena produk akan dipenuhi dengan label yang belum tentu dibutuhkan.
Konsumen mungkin tahu gram karbon dioksida yang ada dalam suatu produk tetapi apakah konsumen peduli dan apakah mereka tahu bagaimana membandingkannya dengan produk lain.
Perlu dicata bahwa konsumen bukan kelompok tunggal; sebaliknya, mereka mempunyai keinginan yang beragam, banyak dan dapat berubah.
Mungkin mereka menghindari bahan pengawet tertentu, khawatir tentang polusi air, peduli dengan standar tenaga kerja, takut akan keamanan makanan mereka atau memiliki alergi.
Pandu juga menjelaskan, pada setiap industri, ada topik berbeda yang menjadi perhatian.
Dia mencontohkan, di industri cokelat, pekerja anak sering kali menjadi perhatian banyak orang jadi semua orang ingin memastikan mereka tidak menggunakan pekerja anak dalam cokelat yang mereka konsumsi.
“Traceability bisa menjadi keuntungan untuk konsumer seperti membantu menjaga kontrol data dan bisa mendapat pelayananan yang lebih tinggi," kata dia.
Transparansi yang dipunya blockchain juga bisa membuat harga pangan lebih murah karena mencegah kebocoran-kebocoran dalam perjalanan makanan dari hulu ke hilir.
"Selain itu, mempermudah audit karena digital based, sehingga biaya audit bisa lebih murah dan bermanfaat pada konsumer,” ungkapnya.
Selain itu, pelacakan dan transparansi yang lebih baik diharapkan dapat memastikan tidak ada lagi sisa makanan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda tentang bagaimana makanan Anda diproses.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.