Komisi VI DPR Sarankan Pertamina Aktif Eksplorasi Cadangan Migas Baru di Laut Natuna
Potensi cadangan migas Blok East Natuna sudah ditemukan sejak tahun 1973. Namun selama tak tersentuh oleh Pertamina.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Elly Rachmat Yasin meminta Pertamina proaktif mencari dan mengelola cadangan minyak dan gas baru di Natuna.
Dia meminta Pertamina agar jangan hanya menunggu penugasan dari pemerintah untuk mengelola blok migas yang berakhir masa kontrak karya dari perusahaan asing.
"Saya mendorong Pertamina berinisiatif melakukan observasi dan studi lebih serius ke Natuna yang memiliki sumber daya alam melimpah, terutama energi. Bisa jadi blok Natuna ini merupakan blok energi terbesar di Indonesia nantinya,” kata Elly, Rabu (22/1/2020).
Elly menjelaskan, potensi cadangan migas Blok East Natuna sudah ditemukan sejak tahun 1973. Namun selama tak tersentuh oleh Pertamina.
Ia mengatakan, munculnya blok-blok migas baru akan menambah jumlah produksi dan memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri.
Baca: Susi Pudjiastuti: Ilegal Fishing di Perairan Natuna Harus Dihukum Tanpa Kompromi
"Potensi produksi minyak dari beberapa blok yang berada di Natuna sebesar 25.447 barel per hari. Sementara kandungan gas bumi tercatat sebesar 489,21 MMSCFD."
"Terdapat 16 blok di Natuna tentunya menjadi harapan baru bagi kejayaan produksi migas kita. Karena total kandungan minyak diperkirakan 36 juta barel," ujarnya.
Baca: Susi Pudjiastuti: Kapal Asing Boleh Melintasi Perairan Natuna, Tapi Jangan Nyolong Ikan
Elly menambahkan, eksplorasi di Natuna juga memiliki posisi penting mengingat posisi laut Natuna berada di jalur pelayaran internasional yang cukup strategis untuk ke Hongkong, Taiwan, dan China.
"Lokasinya juga merupakan pintu gerbang bagi negara-negara tetangga. Wilayah ini juga menjadi batas terluar antara Indonesia dengan Malaysia, Vietnam dan Kamboja," ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintah China secara sepihak mengklaim perairan Natuna Utara di Kepulauan Riau sebagai wilayah kedaulatannya.
Padahal, wilayah tersebut masuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Merespons itu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menyampaikan nota protes kepada pemerintah China.
Selain itu, Menko Polhukam Mahfud MD juga mengirim nelayan Pantura untuk melakukan aktivitas di Perairan Natuna.