Erick Thohir: Banyak yang Ingin Saya Mundur dari Jabatan Menteri BUMN
Erick tak mau jika suatu saat dia dicopot sebagai Menteri BUMN justru meninggalkan beban ke penerusnya.
Penulis: Ria anatasia
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan banyak pihak yang menginginkan dirinya mundur dari posisi saat ini.
Hal itu dia sampaikan usai mengumumkan penyelesaian restrukturisasi utang PT Krakatau Steel di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (28/1/2020).
Erick meminta agar Krakatau Steel menjalankan opersional secara baik.
Alasannya, Erick tak mau jika suatu saat dia dicopot sebagai Menteri BUMN justru meninggalkan beban ke penerusnya.
Baca: Tersangka Kasus Jiwasraya Berpotensi Akan Bertambah, Begini Penjelasan Kejagung
Baca: Erick Thohir: Nilai Restrukturisasi Utang Krakatau Steel Terbesar Sepanjang Sejarah
"Sekarang kuncinya operasional, ini yang saya harapkan, salah satunya yang saya titip juga ke Wamen, kalau habis restrukturisasi, operasionalnya mesti benar," kata Erick.
"Jangan nanti ada problem di menteri yang akan datang 5 tahun mendatang atau satu tahun mendatang, karena mungkin saja saya cuma setahun, yang mau goyang, suruh mundur banyak kok," sambungnya.
Erick meminta agar bisnis semua BUMN dilakukan secara baik dan berkelanjutan. Untuk itu, dia mengaku tengah fokus membenahi BUMN, salah satunya agar BUMN kembali ke bisnis intinya (core business).
"Apa yang kita lakukan bukan hanya untuk kita. Saya pak Budi (Budi Gunadi Sadikin), pak Tiko (Kartika Wirjoatmodjo) harapkan apa yang dilakukan berkelanjutan, successor kita harus lebih sukses bukan gali lobang," ucap dia.
Selain itu, Erick meminta agar para komisaris BUMN benar-benar membantunya dalam mengawasi kinerja perusahaan BUMN.
“Saya tidak mau juga komisaris hanya duduk-duduk dan tidak bantu kementerian untuk mengawasi, tapi bukan ambil peran direksi, jangan juga, enggak boleh, kan ada tugasnya,” kata Erick.
Sebelumnya, Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono mengunggah sebuah tulisan di laman Facebook-nya terkait kasus Jiwasraya.
Dalam tulisan itu, SBY berpendapat bahwa tujuan pembentukan Pansus Jiwasraya oleh DPR adalah untuk menjatuhkan sejumlah tokoh, termasuk Menteri BUMN Erick Thohir.
Berikut sebagian tulisan SBY dalam laman Facebook pribadinya, dikutip Selasa (28/1/2020):
Ada yang dibidik dan hendak dijatuhkan?
Awal Januari 2020, isu Jiwasraya makin ramai dibicarakan. Ditambah dengan isu Asabri. Bisik-bisik, sejumlah lembaga asuransi dan BUMN lain, konon juga memiliki permasalahan keuangan yang serius.
Di kalangan DPR RI mulai dibicarakan desakan untuk membentuk Pansus. Tujuannya agar kasus besar Jiwasraya bisa diselidiki dan diselesaikan secara tuntas. Bahkan, menurut sejumlah anggota DPR RI dari Partai Demokrat, yang menggebu-gebu untuk membentuk Pansus juga dari kalangan partai-partai koalisi. Tentu ini menarik. Meskipun belakangan kita ketahui bahwa koalisi pendukung pemerintah lebih memilih Panja. Bukan Pansus.
Ketika saya gali lebih lanjut mengapa ada pihak yang semula ingin ada Pansus, saya lebih terperanjat lagi. Alasannya sungguh membuat saya "geleng kepala". Katanya... untuk menjatuhkan sejumlah tokoh. Ada yang "dibidik dan harus jatuh" dalam kasus Jiwasraya ini. Menteri BUMN yang lama, Rini Sumarno harus kena. Menteri yang sekarang Erick Thohir harus diganti. Menteri Keuangan Sri Mulyani harus bertanggung jawab. Presiden Jokowi juga harus dikaitkan.
Mendengar berita seperti ini, meskipun belum tentu benar dan akurat, saya harus punya sikap. Sikap saya adalah tak baik dan salah kalau belum-belum sudah main "target-targetan".
Kepada para kader Demokrat yang menjadi anggota DPR RI dengan tegas saya larang untuk ikut-ikutan berpikir yang tidak benar itu. Punya niat dan motif seperti itu. Itu salah besar. Nama-nama yang sering disebut di arena publik, dan seolah pasti terlibat dan bersalah, belum tentu bersalah. Termasuk tiga nama tadi. Secara pribadi saya mengenal Ibu Sri Mulyani, Ibu Rini dan Pak Erick sebagai sosok yang kompeten dan mau bekerja keras. Kalau tingkat presiden, sangat mungkin Pak Jokowi juga tidak mengetahui jika ada penyimpangan besar di tubuh Jiwasraya itu. Prinsipnya, jangan memvonis siapapun sebagai bersalah, sebelum secara hukum memang terbukti bersalah.