Kadin Dorong Pertamina Percepat Pembangunan Kilang
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Indonesia mendesak Pertamina untuk mempercepat pembangunan kilang.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Indonesia mendesak Pertamina untuk mempercepat pembangunan kilang.
Terutama, kilang yang diperluas dengan produk petrokimia. Sebab, prospek kilang penghasil petrokimia bisa menjadi penunjang utama berbagai industri nasional.
“Bukan hanya strategis, tetapi juga menjadi penunjang utama industri nasional. Makanya harus diuber pembangunan kilangnya,” kata Wakil Komisi Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kadin Indonesia, Achmad Widjaja kemarin.
Tingginya peran petrokimia, bisa dilihat dari potensi pasar. Menurut Widjaja, bahkan potensi tersebut bisa lebih dari Rp40-50 Trilun per tahun.
Baca: Tes Kepribadian - Temukan Rahasia dalam Dirimu dengan Cara Pecahkan Satu Telur Emas Berikut!
“Kalau pertumbuhan ekonomi tujuh persen, angka tersebut bisa lebih. Dan kalau harga energi bagus, yang berarti bahwa tingkat konsumsi tinggi, maka bisa naik menjadi dua kali lipat. Hanya saja, kita memang tidak bisa memprediksi dalam kondisi pertumbuhan lima persen,” kata dia.
Baca: Asyik Pesta Nikah Rafiq Diuber Istri Tua Sampai Ngumpet di Kolong Truk, Tutupi Badan Pakai Taplak
Widjaya menegaskan, dengan jumlah penduduk Indonesia yang sekarang mencapai 265 juta jiwa, kebutuhan petrokimia menjadi sangat tinggi.
Sementara di sisi lain, perusahaan yang bermain di industri petrokimia masih sedikit. Di antaranyaTPPI Tuban dan Bontang serta grup Chandra Asri.
Besarnya kebutuhan tersebut, membuat Indonesia saat ini menjadi negara pengimpor petrokimia. Dari total kebutuhan, lanjut Widjaja, hanya sekitar 30 persen yang dipenuhi dari suplai dalam negeri. ”Sisanya, 70 persen masih impor,” kata dia.
Makanya, lanjut Widjaja, dengan kilang petrokimia Pertamina, diharapkan bisa mengurangi impor petrokimia secara signifikan. “Air mineral saja, yang kita minum setiap hari, botolnya masih impor,” kata dia.
Dengan harga nafta 0,01 sen Dolar AS untuk setiap botol air mineral, jelas Widjaja, bisa dihitung bahwa nilai impor produk tersebut sangat luar biasa. “Dikali rata-rata orang Indonesia mengkonsumsi, misal 100 juta botol dikali tiga dalm sehari, dikali 365, maka angkanya bisa mencapai triliunan Rupiah,” katanya.
Itu baru satu jenis produk. Padahal, petrokimia merambah pada aneka industri, termasuk industri rumah tangga. Sebut saja tekstil, sikat gigi, gelas air minum, hula hoop, bola, gayung mandi, wadah telepon, dan sebagainya.
“Industri petrokimia itu besar sekali. Dari tetesan minyak bisa menghasilkan 20 kluster aneka industri. Dimana masing-masing kluster terdiri atas beberapa sub kluster lain,” lanjutnya.
Dalam kaitan itulah Widjaja menambahkan, idealnya Pertamina tidak hanya berkonsentrasi menggarap sektor hulu petrokimia, tapi juga di bagian hilirnya. Bisnis ini menurutnya, membutuhkan investasi sangat besar dan bersifat jangka panjang dengan potensi keuntungan yang didapat juga bersifat jangka panjang. (*)