Pertamina EP Genjot Produksi di Tengah Harga Minyak Turun, Ini Kata SKK Migas
Dalam tiga tahun terakhir, Pertamina EP (PEP) berhasil meningkatkan produksi di tengah harga minyak global yang cenderung turun.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengapresiasi kinerja operasi dan produksi PT Pertamina EP selaku kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Dalam tiga tahun terakhir, Pertamina EP (PEP) berhasil meningkatkan produksi di tengah harga minyak global yang cenderung turun.
“Betul untuk PEP pada 2017, 2018, 2019 kita challenge dan fully supported mereka berani menaikkan target-target produksi dari apa yang direncanakan. Dan hasilnya memang produksi inclined dari tahun sebelumnya,” ujar Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno, dalam keterangan tertulis, Sabtu (7/3/2020).
Baca: Mulai Hari Ini, Bandara Soekarno-Hatta Siapkan Jalur Khusus Bagi Penumpang dari 4 Negara
Berdasarkan data, produksi minyak Pertamina EP sepanjang 2017-2019 atau di bawah kepemimpinan Presiden Direktur Nanang Abdul Manaf itu terus meningkat.
Pada 2017 produksi minyak mencapai 77.154 barel per hari (BOPD), naik lagi menjadi 79.445 BOPD pada 2018, dan tahun lalu menjadi 82.213 BOPD.
Sedangkan produksi gas tercatat 1.018 BOPD pada 2017, naik dibandingkan 2016 yang tercatat 989 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), kemudian 1.017 MMSCFD pada 2019, dan 959 MMSCFD pada 2019 karena pembeli (buyer) tidak menyerap gas yang diproduksikan PEP.
Julius mendorong PEP untuk berusaha menurunkan angka natural declined yang memang alami dengan cara mengidentifikasi tambahan-tambahan sumur-sumur pengembangan dan dibor tepat waktu dan memperhatikan keselamatan kerja. SKK Migas juga berperan dalam persetujuan rencana kerja dan anggaran (Work Plan & Budget/WP&B).
“Saat saya koordinator pembahasan WP&B menjalankan tupoksi sebagai kepala divisi program kerja, terlibat langsung dalam pembahasan teknis dan ekonomis setiap program kerja dan mendorong lebih agresif. Dengan KKKS PEP kita bantu dan dorong untuk identifikasi kandidat-kandidat sumur pengembangan untuk bisa dibor dan meningkatkan produksi langsung,” ujarnya.
Julius mendorong PEP dan KKKS lain lebih agresif dan fasilitasi (setujui anggaran) serta akselerasi pelaksanaan realisasi program kerja khususnya sumur pengembangan. Pada 2017, total sumur pengembangan PEP mencapai 58 sumur, naik lagi pada 2018 menjadi 92 sumur dan pada 2019 menjadi 106 sumur. Sementara sumur work over tercatat 194 pada 2017, 175 pada 2018, dan 215 pada 2019.
Dia menilai kendala operasi PEP itu karena aset dan wilayah kerja (working area) yang scaterred dari Barat sampai Timur wilayah Indonesia jadi cukup kompleks. Belum lagi ditambah dengan fasilitas produksi yang sudah tua (aging) sehingga perlu perawatan (maintenance efforts) yang membutuhkan biaya juga.
“Karena itu, manajemen PEP harus lebih berani melakukan atau implementasi advanced technology untuk menaikkan produksi dan melakukan usaha-usaha debottlenecking serta melakukan preventive dan predictive maintenance yang baik,” ujarnya.
Menurut Julius, ke depan PEP lebih berani mengambil risiko dengan implementasi teknologi yang memang sudah available di market, berani lebih gigih untuk inovasi, dan improvisasi operasional agar lebih efisien.
Tentu saja juga harus berani ambil risiko untuk melakukan eksplorasi yang masif. Untuk beberapa lapangan tua (existing) mungkin bisa dikerjasamakan dnegan kontraktor tehcnology provider.
“Semoga PEP semakin maju dan jaya karena saya lihat komitmen yang tinggi dari leadership team PEP,” ujarnya.