Menkeu: Subsidi Harga Gas Bisa Menjadi Beban APBN
Menkeu Sri Mulyani juga menekankan insentif harga gas rendah merupakan bentuk subsidi kepada industri.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemberian insentif berupa penurunan harga gas bagi industri akan bisa dijalankan jika pemerintah mengurangi alokasi subsidi untuk BBM dan listrik.
Dalam siaran langsung Rabu 18 Maret 2020 kemarin, Sri Mulyani juga menekankan insentif harga gas rendah merupakan bentuk subsidi kepada industri.
Namun dia mengingatkan hal tersebut akan sangat memengaruhi keberlangsungan APBN ke depan.
"Skenario ini hanya bisa jalan bila ada kompensasi. Harus ada penurunan subsidi di sektor BBM. Untuk listrik berarti juga akan ada pengurangan subsidi. Ini semua perlu dilakukan subsequencing yang sangat hati-hati," sebut Sri Mulyani.
Dia menjelaskan, kondisi APBN saat ini sudah sangat ketat sehingga harus ada keadilan dalam pemberian subsidi yang berimplikasi terhadap anggaran negara.
Baca: TCL Kenalkan Smart TV A5 Series dengan Google Assistant dan Borderless Full Screen
Menkeu juga menekankan, tidak semua industri nantinya bisa mendapatkan akses harga gas murah.
"Insentif hanya bisa diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang selama ini bergerak dengan baik. Setelah diberikan pun pengawasan akan terus dilakukan kepada seluruh perusahaan penerima manfaat," ujarnya.
Dalam rapat terbatas bersama jajarannya membahas soal penyesuaian harga gas untuk industri dan bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi, Presiden Joko Widodo sudah meminta agar industri yang mendapatkan insentif penurunan harga gas harus betul-betul diverifikasi dan dievaluasi.
Dengan demikian, menurut Presiden, pemberian insentif penurunan gas akan memberikan dampak yang signifikan dan memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia.
"Saya minta evaluasi dan monitoring secara berkala harus dilakukan terhadap industri-industri yang diberikan insentif. Harus ada disinsentif, harus ada punishment jika industri tidak memiliki performance sesuai yang kita inginkan," sebut Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 18 Maret 2020.
Jokowi mengatakan, industri yang akan diberi insentif harus mampu meningkatkan kapasitas produksinya dan meningkatkan investasi barunya.
Selain itu industri tersebut juga harus mampu meningkatkan efisiensi proses produksinya sehingga produknya menjadi lebih kompetitif, serta harus bisa meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Menanggapi permintaan tersebut, Menteri Menteri Energi dan Sumber Daya Minera (ESDM) Arfin Tasrif kemudian langsung menetapkan keputusan bahwa harga gas industri sesuai amanat Perpress 40 tahun 2019 akan mulai berlaku pada 1 April 2020.
Menteri Arfin Tasrif mengatakan, rencana penurunan harga gas menjadi US$6 (per mmbtu) mengikuti Perpres Nomor 40 tahun 2016.
"Agar bisa menyesuaikan harga US$ 6 per mmbtu tersebut, maka harga gas di hulu harus bisa diturunkan antara US$ 4-4,5 per mmbtu, dan biaya transportasi dan distribusi bisa diturunkan antara US$ 1,5-2 per mmbtu," ujarnya usai rapat terbatas.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.