Rizal Ramli Berbagi Strategi untuk Bangkit dari Keterpurukan Ekonomi
Kala itu, strategi kebijakan yang dijalankan pihaknya adalah melalui program restrukturisasi korporasi milik negara maupun unit usaha swasta.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Cara seperti itu, menurutnya, sangat menguntungkan para petani karena selama musim panen ketika harga gabah turun Bulog terjun untuk menyerap dengan patokan harga dasar yang optimal. Sedangkan ketika masa paceklik gabah stok Bulog dilepas dan digiling di desa-desa untuk mencegah kenaikan harga beras.
Pada periode itu, Bulog juga dilarang impor beras, hanya swasta yang boleh impor beras dengan dikenakan sedikit tarif atau tanpa sistem kuota. Akibat dari kebijakan ini, selama masa pemerintahan Gus Dur harga beras menjadi sangat rendah dan stabil.
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN)
Rizal mengungkap pula tim ekonomi Gus Dur juga sukses menyelamatkan PLN dari kebangkrutan dengan cara renegosiasi harga beli listrik dari swasta yang ketinggian dari USD cents 7-9/kWh ke harga normalnya sekitar USD cents 3,5/kWh, sehingga beban utang pemerintah dan PLN turun dari USD 80 miliar ke USD 35 miliar. Selain itu, revaluasi aset sehingga aset PLN meningkat 4 kali lipat dari Rp 52 triliun ke Rp 202 triliun dan modal PLN yang awalnya minus Rp 9,1 triliun bertambah menjadi Rp 119,4 triliun.
PT Dirgantara Indonesia (PT DI)
Sewaktu masih bernama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) di tahun 1998, perusahaan itu masih merugi Rp 75 miliar dan hanya mencatatkan penjualan sebesar Rp 508 miliar. Setelah masuk era Gus Dur, IPTN diubah namanya menjadi PT Dirgantara Indonesia (PT DI) seiring juga diubahnya paradigma dari industri yang bersifat biaya tinggi menjadi industri penerbangan yang kompetitif.
PT DI tidak hanya memproduksi pesawat terbang atau helikopter, tetapi juga memproduksi suku cadang dan komponen untuk memasok kebutuhan industri pesawat terbang terkemuka di dunia, seperti Boeing, Airbus, British Aerospace. Akibat dari kebijakan ini pada tahun 2001, PT DI berhasil mencatatkan penjualan sebesar Rp 1,4 triliun atau nyaris 3 kali lipat dibandingkan dengan tahun 1998 dan keuntungan sebesar Rp 11 miliar.
"Setelah era Gus Dur kondisi PT DI kembali memburuk karena kesalahan strategi pemerintahan setelah Gus Dur, sehingga dampaknya harus memecat 6.600 karyawannya," kata Rizal.
Sektor Properti
Sektor properti adalah entitas bisnis yang terkait dengan lebih dari 100 jenis industri (seperti semen, genteng, besi baja, keramik, furnitur, kayu, cat, alat kelistrikan, dan sebagainya) dan menyerap sangat banyak tenaga kerja.
Karena itu, demi kembali membangkitkan kembali sektor properti yang terpuruk pasca krisis, pada April 2001 tim ekonomi Gus Dur meluncurkan kebijakan restrukturisasi utang bagi para pengembang properti. Kemudahan ini lebih diutamakan kepada para pengembang Rumah Sangat Sederhana (RSH).
Akibat kebijakan ini, kata Rizal, nilai kapitalisasi bisnis sektor properti naik dari Rp 9,88 triliun (2001) menjadi Rp 12,99 triliun (2002) dan Rp 26,95 triliun (2003). Dan akhirnya menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di era pasca Gus Dur.
Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Tani
Rizal menyebut pada era Gus Dur, jumlah UKM yang terbelit kredit macet di perbankan mencapai 14 ribu unit usaha. Tim ekonomi pada tahun 2000 meluncurkan kebijakan memotong utang pokok UKM dan bunganya sebesar 50 persen asalkan dibayar dengan tunai.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.