Ekonom: OJK Perlu Berikan Reward & Punishment untuk Leasing yang Tak Patuhi Relaksasi Kredit
Nasabah mengeluhkan sulitnya prosedur yang harus mereka penuhi demi bisa mendapatkan relaksasi cicilan dari perusahaan leasing.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Inisiatif Pemerintah memberikan relaksasi kredit selama satu tahun untuk para pekerja di sektor informal seperti sopir dan ojek serta ojek online dan pemilik usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) faktanya belum berjalan mulus di lapangan.
Nasabah mengeluhkan sulitnya prosedur yang harus mereka penuhi demi bisa mendapatkan relaksasi cicilan untuk sementara waktu untuk meringankan beban hidup mereka yang terdampak pandemi virus corona.
Sejumlah perusahaan pembiayaan diketahui mengenakan kepada nasabahnya berupa sejumlah biaya yang merupakan sebagian angsuran/bunga mereka jika permohonan restrukturisasi kredit disetujui.
Sebuah perusahaan leasing sepeda motor misalnya, menetapkan pembayaran sebagian biaya angsuran sebesar Rp 250.000 per kontrak untuk pembiayaan motor bekas, Rp 350.000 per kontrak untuk pembiayaan motor baru, Rp 1.500.000 per kontrak untuk pembiayaan mobil baru dan Rp 1.250.000.000 per kontrak untuk pembiayaan mobil bekas.
Uang tersebut harus dibayar nasabah jika permohonan restrukturisasi kredit yang diajukan nasabahnya disetujui.
Persyaratan tersebut juga diumumkan di situs resmi perusahaan pembiayaan tersebut.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menyatakan, persyaratan semacam itu tentu memberatkan nasabah debitur. Karena memicu persepsi, biaya tersebut dikenakan kepada semua debitur tanpa proses asssement terlebih dulu.
"Makanya, kalau tidak ada (assessment), ini menjadi tidak obyektif. Hal yang seperti ini perlu dipantau oleh OJK agar bisa dipastikan stimulus dari pemerintah itu dilaksanakan dengan benar dan efektif,” ujar Mohammad Faisal.
Faisal menambahkan, karena kebijakan relaksasi yang digulirkan Pemerintah ini merupakan aturan baru, terdapat celah bagi perusahaan pembiayaan untuk tidak mematuhinya.
Faisal meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar memantau pelaksanananya. Jika perlu, OJK bisa membuka peluang mengenakan reward dan punishment terhadap leasing yang tidak patuh.
Faisal menegaskan, pekerja di sektor informal, seperti UMKM, ojek dan ojek online paling banyak menyerap tenaga kerja. Faisal menyebutkan penyerapan tenaga kerja di UMKM mencapai 99% dari jumlah tenaga kerja yang ada saat ini.
“Penyerapan tenaga kerja di sektor informal yang besar ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah menyediakan lapangan kerja di sektor formal. Jika lapangan kerja di sektor formal tidak didapat, pekerjaan di sektor informal pun semakin sulit," ujarnya.
Baca: Omset Bisnis Ayam Geprek Bensu Terjun Bebas Gara-gara Corona
Hal tersebut dikhawatirkan akan memicu angka pengangguran dan kemiskinan lebih tinggi.
"Jadi dilihat dari urgensinya, sektor informal ini adalah yang dipastikan harus mendapat stimulus pemerintah,” kata Faisal seraya menekankan perlunya pemberian keringanan cicilan bagi mereka seperti driver ojek online.
Baca: Kisah Jenazah Dokter Dimakamkan Tanpa Menggunakan Peti di TPU Padurenan Bekasi
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan, asosiasinya sudah berinisiatif melakukan pembicaraan dengan operator ojek online seperti Gojek maupun Grab untuk membahas masalah pemberian keringanan ini dengan difasiliasi OJK.
Baca: Berambisi Masuk PKN STAN? Bimbel Ini Adakan Try Out Akbar Via Online, Pendaftaran Gratis
Suwandi menegaskan, perusahaan pembiayaan tidak hanya fokus keringanan pengemudi ojol saja, karena banyak nasabah lain yang juga terkena dampak penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat wabah Covid-19.
Suwandi menyatakan pihak perusahaan terbuka bagi mereka yang mau mengajukan keringanan.
“Datang saja, tapi (keringanan) tidak bisa benar-benar satu tahun penuh. Jadi ini bukan bebas hutang, lho, karena bunganya akan semakin berat. Kita lihat dulu bagaimana 3 bulan ke depan, lalu kita akan review lagi, " ujarnya.