Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Harga Gas Turun, Pemerintah Diminta Beri Insentif bagi Badan Usaha Hilir Gas Bumi

sejumlah anggota Komisi VI pun mendorong pemerintah agar bisa memberikan insentif bagi badan usaha hilir gas terkait kebijakan ini.

Editor: Sanusi
zoom-in Harga Gas Turun, Pemerintah Diminta Beri Insentif bagi Badan Usaha Hilir Gas Bumi
Tribun Jateng/Hermawan Handaka
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah telah menetapkan harga gas bumi sebesar US$ 6 per Millions British Thermal Units (MMBTU) bagi tujuh sektor dan untuk kebutuhan kelistrikan PLN.

Penetapan harga gas US$ 6 per MMBTU itu tentu menjadi angin segar bagi industri di tengah kondisi pandemi virus corona seperti saat ini.

Penurunan harga gas tersebut berdasarkan pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016, yang telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.

Namun, Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta pemerintah bertindak lebih cermat supaya penurunan harga gas tersebut tidak merugikan sebagian pihak, khususnya badan usaha hilir gas bumi.

Untuk itu, sejumlah anggota Komisi VI pun mendorong pemerintah agar bisa memberikan insentif bagi badan usaha hilir gas terkait kebijakan ini.

Menurut anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengatakan, pemerintah telah mengandalkan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memberikan stimulus perekonomian dalam menghadapi wabah virus corona. Sektor yang diandalkan pemerintah untuk memberi stimulus ialah BUMN energi, yakni PT PLN (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (PGN), dan PT Pertamina (Persero).

Herman melihat, pemerintah juga mesti memperhatikan kondisi perusahaan BUMN di tengah tekanan pandemi yang juga turut membebani BUMN energi. Dengan penurunan harga gas bumi menjadi US$ 6 per MMBTU, Herman menilai pemerintah perlu memberikan insentif atau kompensasi kepada PGN.

Berita Rekomendasi

Apalagi, pemerintah masih mengandalkan perusahaan yang memiliki kode saham PGAS tersebut dalam penyaluran gas bumi untuk berbagai keperluan serta membangun berbagai infrastrukturnya.

Terlebih, PGN yang berstatus sebagai perusahaan terbuka sehingga menurutnya pemerintah perlu berhati-hati agar kebijakan ini tidak membuat investor kabur dan berujung kerugian bagi perusahaan.

"Kalau pemerintah memberikan penugasan ini, harus juga disiapkan kompensasi. Jadi boleh ambil buahnya, tapi jangan tebang pohonya. Kita harus membuat proteksi, harus back up juga mereka agar tetap survive," katanya dalam rapat virtual Komisi VI, Kamis (16/4).

Sementara menurut Anggota Komisi VI DPR Nyat Kadir, penerapan harga gas bumi menjadi US$ 6 per MMBTU juga mesti memikirkan keekonomian pembangunan infrastruktur gas. Sebab kondisi geografis Indonesia yang beragam membuat pembangunan infrastruktur gas membutuhkan investasi yang besar dan beragam.

"Kalau itu jalan, apakah masuk secara keekonomian dengan menghitung hambatan geografis untuk memasang peralatan transmisi gas," ujarnya.

Anggota Komisi VI DPR Gde Sumarjaya pun menekankan penurunan harga gas menjadi US$ 6 per MMBTU ini perlu memperhatikan keberlanjutan usaha, aspek tata kelola, keekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara. Ia pun meminta Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN untuk berkoordinasi dalam mengevaluasi hal tersebut.

"Komisi VI DPR RI akan meminta Kementerian BUMN berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk mengevaluasi regulasi agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap deviden, penerimaan negara dari pajak serta pelaksanaan tanggung jawab sosial kepada masyarakat," kata Gde.

Halaman
12
Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas