Pertamina Diminta Lihat Fluktuasi Harga Minyak Sebagai Peluang
dia meminta Direksi Pertamina lebih jeli melihat dinamika fluktuasi harga minyak dunia dan memanfaatkannya menjadi suatu peluang yang menguntungkan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Komisi VI DPR RI, Inas N Zubir mengingatkan Direksi PT Pertamina (Persero) untuk tidak larut dalam suasana corona atau Covid-19 dan tetap fokus melihat potensi bisnis dari fluktuasi harga miyak global.
Karena itu, dia meminta Direksi Pertamina lebih jeli melihat dinamika fluktuasi harga minyak dunia dan memanfaatkannya menjadi suatu peluang yang menguntungkan.
"Pertamina jangan hanya disibukkan oleh Covid-19, tapi juga harus berfikir untuk 3 sampai 6 bulan kedepan dengan memanfaatkan situasi market," ujarnya melalui keterangan resmi di Jakarta, Sabtu (18/4/2020).
Ia merincikan, harga minyak Brent periode Januari hingga Maret berturut-turut sebesar 63 dolar Amerika Serikat (AS) per barel, 55 dolar AS, dan 30 dolar AS, sementara Mops sebagai acuan Indonesia pada periode yang sama yakni 69 dolar AS, 62 dolar AS, dan 34 dolar AS.
Baca: Sofyan Djalil: Dampak Ekonomi Akibat Wabah Corona Lebih Mengkhawatirkan Pemerintah
"Selisih Mops terhadap Brent masih positif sekitar kurang lebih 5 dolar AS per barrel yang merupakan biaya refinery, profit kilang dan trading," kata Inas.
Akan tetapi, lanjutnya, pada pertengahan April 2020 terjadi anomali harga minyak mentah Brent 30,12 dolar AS, jauh lebih tinggi ketimbang Mops 23,65 dolar AS.
"Selisih Mops terhadap Brent malahan terbalik, yakni negatif 6,47 dolar AS, bahkan sebelumnya sempat terjadi selisih menyentuh di angka negatif 11 dolar AS. Berarti baik kilang maupun trader menjual dengan kerugian yang cukup dalam yang diakibatkan menurunnya permintaan dunia terhadap produk kilang disebabkan pandemi covid-19," tutur dia.
Baca: Pimpinan MPR Berharap DPR Tolak Perppu Jokowi Tangani Virus Corona
Lalu, menurunnya konsumsi dunia terhadap produk kilang tersebut menyebabkan terminal oil storage yang disewa oleh oil trader umumnya full capacity.
Hal ini, Inas menambahkan, akan menjadi beban biaya yang semakin lama semakin besar bagi trader, sehingga Pertamina diharapkan bisa memanfaatkan situasi itu.
"Apakah Pertamina mampu memanfaatkan anomali tersebut? Karena di market sangat santer informasi adanya aksi borong oleh China memanfaatkan anomali tersebut. Kemudian menyebabkan bumping up-nya Mops terhadap Brent dari negatif 11 dolar AS menjadi negatif 6,47 dolar AS per barel," pungkasnya.