Pertama Ddalam Sejarah, Harga Minyak Mentah AS Anjlok di Bawah Nol Dolar
Menurut analis, permintaan yang lebih lemah terkait pandemi Covid-19 dan potensi kelebihan pasokan adalah masalah yang lebih parah.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Pertama kali dalam sejarah, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) anjlok di bawah nol dolar AS pada akhir perdagangan Senin (20/4/2020) atau Selasa pagi WIB.
Pemicunya adalah kelebihan pasokan akibat pandemic Covid-19. Dalam kondisi itu para pedagang yang putus asa membayar untuk menghabiskan minyak yang kontraknya akan berakhir Selasa.
Minyak mentah berjangka AS, untuk pengiriman Mei merosot 55,9 dolar AS atau lebih dari 305 persen, menjadi -37,63 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange (NYME), setelah menyentuh titik terendah sepanjang masa -40,32 dolar AS per barel.
Harga minyak negatif artinya produsen akan membayar pembeli untuk mengambil minyak dari tangan mereka.
Ini menandai pertama kalinya kontrak berjangka minyak diperdagangkan negatif dalam sejarah, menurut Dow Jones Market Data. Kontrak Mei berakhir pada Selasa.
Kontrak WTI untuk penyerahan Juni juga jatuh lebih dari 18 persen menjadi 20,43 per barel.
Sedang patokan global, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni turun 2,51 dolar AS atau sembilan persen menjadi ditutup pada 25,57 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Penurunan Brent tidak sederas WTI karena lebih banyak tempat penyimpanan tersedia di seluruh dunia.
Pedagang bergegas untuk membongkar posisi mereka menjelang berakhirnya kontrak, berkontribusi pada penurunan bersejarah, para ahli mencatat.
"Kami menghubungkan pelemahan harga WTI dengan berakhirnya kontrak Mei besok dan volume perdagangan rendah yang menyertainya," kata Giovanni Staunovo, seorang analis komoditas di UBS Global Wealth Management, Senin.
Menurut analis, permintaan yang lebih lemah terkait pandemi Covid-19 dan potensi kelebihan pasokan adalah masalah yang lebih parah.
"Penurunan lebih banyak dalam kontrak berjangka yang likuid cair mencerminkan masalah yang lebih luas yang kita miliki di pasar minyak, kelebihan pasokan parah di kuartal kedua," kata Staunovo.
Baca: Si Cantik Ika Dewi, Nekat Jadi Rel
Baca: Cerita Krisnawati, Driver Ojol Cantik yang Trauma Diusili Customer Pria
awan Pengemudi Mobil Jenazah Covid-19 Tanpa Izin Orang Tua
Permintaan minyak global diperkirakan akan turun dengan rekor 9,3 juta barel per hari (bph) tahun ke tahun pada 2020, Badan Energi Internasional (IEA) memperingatkan dalam laporan bulanannya yang baru dirilis.
"Dampak dari tindakan lockdown di 187 negara dan wilayah telah membuat mobilitas hampir terhenti," kata IEA. Ditambahkan, permintaan pada April diperkirakan 29 juta barel per hari lebih rendah dari tahun lalu, turun ke level terakhir terlihat pada 1995.
Baca: Anggota DPR Minta Warga Diperbolehkan Mudik: Luhut Tegaskan Tidak Bisa!
Ketika miliaran orang di seluruh dunia tinggal di rumah untuk memperlambat penyebaran virus corona baru, permintaan fisik untuk minyak mentah telah mengering, menciptakan kelebihan pasokan global.
Beda acuan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah terus mencermati pergerakkan harga minyak mentah dunia, baik WTI ataupun Brent, terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah, termasuk kebijakan Biodiesel 30.
Dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa, Airlangga menjelaskan harga minyak dunia yang turun hingga negatif pada penutupan perdagangan Senin adalah untuk WTI.
Baca: Cerita di Balik Mundurnya Belva Devara dari Posisi Stafsus Presiden
Sedang Indonesia menggunakan basis jenis Brent dengan acuan Mean of Platts Singapore (MOPS).
"Indonesia basis harganya adalah MOPS bukan WTI. MOPS itu itu basisnya adalah Brent,” kata Airlangga di konferensi pers seusai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo itu.
Baca: Di Balik Polemiknya, Ruangguru Adalah Perusahaan Penanaman Modal Asing Asal Singapura
Airlangga menjelaskan penurunan harga minyak dunia WTI hingga anjlok di bawah 0 dolar AS per barel itu karena rendahnya permintaan akibat pandemi virus corona.
Harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) juga mengikuti standar Brent, bukan WTI.
Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi atau OPEC pada 9 Maret sebenarnya sudah menyatakan pemangkasan produksi sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd) atau nyaris setara dengan 10 persen output global.
Namun, pemotongan produksi tersebut, menurut Airlangga, belum cukup untuk mengkompensasi anjloknya permintaan akibat pandemi Covid-19. Akibatnya, minyak dunia standar WTI menjadi minus dan seakan tidak berharga.
“Pemotongan OPEC belum cukup untuk meningkatkan ‘demand shock’ akibat Covid-19,” ujarnya. (tribunnetwork/cnn/fit)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.