Instruksi Menaker: THR Wajib Dibayarkan Perusahaan Maksimal H-7 Lebaran
Menaker Ida Fauziyah menegaskan akan menjatuhkan denda dan mengancam akan memberhentikan usaha pada pengusaha yang tidak mematuhi ketentuan.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri Tahun 2020, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengingatkan para pengusaha untuk membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan tepat waktu.
Dalam keterangannya, Menteri Ida meminta pengusaha membayarkan upah pada pengusaha paling lambat 7 hari menjelang hari raya.
"THR Keagamaan merupakan pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh, paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan," ujar Menaker dalam keterangannya, hari Senin (11/5/2020).
Saat berkoordinasi dengan Kepala Disnaker e-Indonesia melalui sambungan video, Menaker Ida Fauziyah menegaskan akan menjatuhkan denda dan mengancam akan memberhentikan usaha pada pengusaha yang tidak mematuhi ketentuan.
Baca: Kurangi PHK, Pemerintah Bolehkan Warga Usia di Bawah 45 Tahun Beraktivitas Lagi
"Pengusaha yang terlambat membayar THR Keagamaan kepada pekerja/buruh dikenai denda, sedangkan pengusaha yang tidak membayar THR dapat dikenai sanksi administratif hingga penghentian sebagian usaha," ujarnya.
Baca: THR untuk Pegawai Negeri Sipil Cair Jumat Pekan Ini
Kemnaker juga telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor: M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Covid-19 (selanjutnya disebut SE THR).
Baca: Hikmah Pandemi Corona di Mata Natasha Rizky: Bisa 24 Jam Full Jalani Peran Istri dan Juga Ibu
Melalui SE ini, para Gubernur seluruh Indonesia diminta untuk memastikan perusahaan membayar THR Keagamaan kepada pekerja/buruh sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar THR pada waktu yang ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, solusi hendaknya diperoleh melalui proses dialog antara pengusaha dan pekerja/buruh.
"Proses dialog tersebut dilakukan secara kekeluargaan, dilandasi dengan laporan keuangan internal perusahaan yang transparan, dan itikad baik untuk mencapai kesepakatan," ujar Menaker.
Dialog tersebut dapat menyepakati beberapa hal diantaranya dengan melakukan pembayaran THR secara bertahap, atau pembayaran THR dapat dilakukan penundaan sampai dengan jangka waktu tertentu yang disepakati.
"Semangat surat edaran ini memang mendorong dialog untuk mencapai kesepakatan antara pengusaha dan pekerja, bila ada pengusaha yang tak mampu membayar THR, tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar THR Keagamaan," lanjutnya.