Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Indonesia Berpeluang Besar Jadi Tujuan Relokasi Investasi dari China, Asalkan. . .

INDEF meyakini investor luar negeri juga menganggap Indonesia sebagai negara relokasi investasi dengan potensi pertumbuhan pasar cukup signifikan.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Indonesia Berpeluang Besar Jadi Tujuan Relokasi Investasi dari China, Asalkan. . .
TRIBUNNEWS/REYNAS
Direktur INDEF Tauhid Ahmad 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, Indonesia sejatinya memiliki peluang emas untuk menjadi tujuan realokasi investasi asing yang akan keluar dari Tiongkok.

Dia mengatakan, satu di antara daya tarik investasi Indonesia adalah pasar yang sangat besar.

Tauhid meyakini investor luar negeri juga menganggap Indonesia sebagai negara dengan potensi pertumbuhan pasar cukup signifikan.

“Tetapi untuk menjadi tujuan relokasi investasi dari Tiongkok, Indonesia harus bersaing dengan negara-negara lain seperti India, Thailand, Vietnam dan Filipina,” tegas Tauhid kepada wartawan, Kamis (28/5/2020).

Baca: KKP Siapkan 1,1 Juta Bantuan Khusus untuk Nelayan yang Belum Terjaring Bansos

Berkaca tahun lalu, setidaknya sebanyak 33 perusahaan hengkang dan merelokasi pabriknya dari Tiongkok.

Namun alih-alih merelokasi ke Indonesia, perusahaan-perusahaan itu justru memindahkan basis produksinya ke Vietnam dan Thailand, karena persoalan harga lahan.

Baca: Haris Azhar Kritik Pernyataan Menteri Airlangga: Masyarakat Jadi Ajang Uji Coba Kebijakan . . .

Berita Rekomendasi

Indef menilai selain harga lahan ada beberapa faktor yang menjadi kekhawatiran investor asing saat ingin berinvestasi di Indonesia.

“Pertama, kenaikan upah yang terlalu tinggi. Setiap tahun kenaikan upah tenaga kerja di Indonesia mencapai 7 persen - 8 persen. Sementara kenaikan upah di negara-negara seperti Vietnam maupun India hanya berkisar 4 persen - 5 persen,” urai Tauhid.

Baca: Jangan Lupa, Jumat Besok Hari Terakhir Pemutihan Pajak Kendaraan di DKI Jakarta

Yang kedua, sambung dia, infrastruktur untuk jaringan logistik yang masih kurang. Ketiga, investor asing enggan melirik Indonesia yang terkenal dengan birokrasi yang berlapis, salah satunya urusan perpajakan.

“Investor Jepang, misalnya, masih menganggap prosedur perpajakan di Indonesia cukup rumit," seru Tauhid.

Sejumlah perubahan telah digagas Pemerintah dengan memberikan wewenang yang lebih luas kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai upaya untuk memangkas jalur birokrasi.


Namun, langkah reformasi struktural serupa belum ditemukan merata di lapisan birokrasi lain, sehingga investor dari luar negeri masih menemui hambatan di lapangan.

“Pemerintah Indonesia harus bisa menjawab kekhawatiran investor tersebut untuk menarik peluang investasi asing ini dengan cara memberikan kepastian hukum bagi pengusaha,” jelasnya.

Harapan itu masih ada asalkan produktivitas tenaga kerja lokal ditingkatkan, mempercepat pembangunan infrastruktur pendukung, memberikan fasilitas yang memudahkan investasi, dan menawarkan insentif terkait perpajakan yang menarik, serta mengakselerasi reformasi birokrasi dan regulasi terkait penanaman modal.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas