Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Wakil Ketua PHRI Prediksi New Normal Tak Mampu Bangkitkan Bisnis Hotel dan Restoran Indonesia

Wakil Ketua PHRI Maulana Yusran memprediksi bisnis di sektor hospitality, perhotelan dan restoran khususnya tidak akan reborn sekalipun new normal.

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Wakil Ketua PHRI Prediksi New Normal Tak Mampu Bangkitkan Bisnis Hotel dan Restoran Indonesia
Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha
Jendela Hotel berbentuk hati, tampak terlihat di Hotel Grand Hyatt, Bundaran HI, Jakarta Pusat, sebagai kampanye aksi solidaritas ?Love Light Heart?, Minggu (12/4/2020). Aksi tersebut sebagai bentuk menebar semangat cinta di tengah pandemi COVID-19 dan bentuk ungkapan cinta terhadap perjuangan tenaga medis dan orang-orang di garis terdepan dalam penanganan COVID-19. Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran
memprediksi bisnis di sektor hospitality, perhotelan dan restoran khususnya tidak akan reborn sekalipun
new normal diterapkan.

Maulana Yusran berpendapat bahwa new normal berarti tatanan hidup baru yang mengedepankan protokol
kesehatan yang berarti, akan ada banyak batasan dalam kehidupan manusia Indonesia nantinya.

Batasan akibat penerapan protokol kesehatan dalam new normal diprediksi Maulana akan sangat
berpengaruh pada omset bisnis hotel dan restoran.

Banyak kegiatan di sektor bisnis hotel dan restoran melibatkan pergerakan manusia, di mana banyak orang berkumpul.

"Bayangkan, kami di hotel ini punya ballroom yang biasa ada orang wedding. Bagaimana kemudian kami
melaksanakan protokol kesehatan dengan baik? Itukan kehidupan absah yang ada di lapangan," kata
Maulana, Rabu (27/5/2020).

Berikut petikan wawancara lengkap Tribun dengan Maulana Yusran.

Bagaimana PHRI melihat new normal yang saat ini digemakan pemerintah?
Sampai detik ini belum ada obat atau vaksin. Banyak yang sudah dilakukan seperti lockdown, PSBB di
berbagai wilayah untuk penanganan Covid-19.

BERITA REKOMENDASI

Namun di sisi lain kita harus melihat realita dari dampak sosial yang diciptakan Covid ini.

Ini sudah berlangsung bukan seminggu dua minggu, sudah hampir tiga bulan. Ini cukup serius, bukan
hanya di Indonesia tapi juga di dunia. Dampak sosial timbul karena ada tekanan ekonomi.

Kondisi tekanan ekonomi seperti apa yang dimaksud?
Tekanan ekonomi di tengah keterbatasan Covid itu realitas atau fakta yang ada saat ini. Sebenarnya
kalau mau diluruskan negara punya kewajiban untuk mengentaskan persoalan ini.

Tapi fakta di lapangan itu kan yang menjadi kewajiban itu tidak bisa direalisasikan karena keterbatasan tadi.

Kita harus hadapi yang namanya new normal ini, kehidupan normal yang baru.


Bahwa kehidupan normal yang baru itu sudah harus hidup. Sesuai istilah Presiden Jokowi yaitu hidup
berdampingan dengan Covid-19.

Untuk bepergian orang harus punya izin.

Mau masuk ke mall harus ada prosedurnya, jadi orang disarankan untuk sama sekali tidak keluar.

Mungkin dalam kondisi new normal nanti kita pergi ke luar itu hanya sesuai kebutuhan saja.

Jadi memang lebih baik banyak di rumah. Poin utamanya ada di sana, bukan ekspektasi untuk mengurangi
tekanan ekonomi yang saat ini.

Walaupun tidak banyak, saya akui new normal ini nantinya paling tidak akan mengurangi tekanan
ekonomi, karena pemerintah juga fokus pada penekanan virus tersebut.

Menurut Anda, sudah tepat memberlakukan new normal?
Fakta di lapangan banyak pekerja yang sudah tidak bekerja, bahwa bantuan sosial itu tidak tersalurkan
dengan baik, sehingga banyak juga orang yang berkeliaran di luar rumah.

Kita tidak bisa menyalahkan masyarakat saja, karena dia di luar untuk mencari nafkah.

Fakta di lapangan keterbatasan Pemerintah memberi bantuan juga ada batasan.

The Inn at Little Washington, restoran di Washington yang letakkan manekin di kursi restoran untuk terapkan social distancing, Senin (18/5/2020).
The Inn at Little Washington, restoran di Washington yang letakkan manekin di kursi restoran untuk terapkan social distancing, Senin (18/5/2020). (Instagram.com/@innatlittlewash)

Sekalipun ada new normal ini tidak yakin bisa reborn?
Bayangkan, kami di hotel ini punya ballroom yang biasa ada orang wedding. Bagaimana kemudian kami
melaksanakan protokol kesehatan dengan baik?

Itukan kehidupan absah yang ada di lapangan.

Kemudian yang kedua, restoran.

Restoran itu konsepnya macam-macam. Ada restoran yang sifatnya di-serve, diberikan. Ada juga
restoran yang sifatnya buffet, jadi kita bisa makan sepuasnya.

Di hotel kalau breakfast konsepnya juga seperti itu.

Saya yakin new normal itu tidak semua sektor pariwisata bisa bergerak. Belum tentu.

Bagaimana kemudian sektor bisnis hotel dan restoran bisa reborn?

Kalau kita buka bulan Juni, kita sudah bisa lihat petanya. Ada dua traveler dalam pergerakan bisnis hotel
dan restoran.

Pertama leisure, orang yang pergi jalan-jalan. Jalan-jalan itu hanya ada tiga musim di
Indonesia, yaitu ketika lebaran, libur sekolah yang kini sudah hilang satu season.

Saya tidak yakin ada yang memanfaatkan libur sekolah karena masih di tengah pandemi.

Satu-satunya yang masih diharapkan itu libur dan natal tahun baru di mana cuti bersama lebaran
dipindahkan di situ.

Semoga pandemi ini sudah selesai sebelum Desember. Harapannya kan seperti itu,
kalau belum selesai ya sudah kita lose.

Mengapa bisnis hotel dan restoran belum akan reborn sekalipun ada new normal?
Saya bilang bisnis hotel dan restoran belum akan reborn. Karena domestik trip itu didominasi oleh
pemerintah.

Kegiatan pemerintahan sudah direlokasikan fokus pada penanganan Covid-19.

Otomatis masalah pembangunan di daerah dan lain sebagainya itu dialokasikan untuk penanganan Covid-19.

New normal masih rancangan, apa harapan PHRI berkaitan dengan isi kebijakan di dalam new
normal?
Yang kami harapkan, diberikan satu kebijakan untuk stimulus yang dapat diberikan dalam bentuk modal
kerja.

Itu paling utama karena kita sektor yang sudah tutup kurang lebih dua bulan.

Tentu banyak hal, apalagi stimulus yang diberikan pemerintah pun tidak berdampak pada likuiditas perusahaan juga.

Karena kita banyak tergerus PLN termasuk kewajiban ke perbankan. 

Modal usaha itu sangat diperlukan bagi pelaku usaha hotel dan restoran, karena mereka harus mulai
lagi dari awal.

Pada saat tutup itu bukan berarti mereka tidak ada cost, mereka justru minus. Jadi makin
bulan tambah minus, yang buka pun bukan berarti mereka profit. Itu yang jadi masalah. (tribun
network/genik)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas