Sektor Perikanan Didorong Adaptasi Teknologi di Fase New Normal
Adaptasi teknologi agar industri perikanan Indonesia semakin produktif dan kompetitif dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber daya perikanan.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Bidang Pengelolaan Konservasi Perairan dan Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Deputi Bidang Sumber Daya Maritim, Kemenko Marves, Dr Andreas A Hutahaean menilai sektor perikanan perlu mengadaptasi teknologi untuk menyongsong fase new normal.
Menurut dia, adaptasi teknologi agar industri perikanan Indonesia semakin produktif dan kompetitif dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber daya perikanan.
"Era new normal, banyak sekali tantangan yang kita hadapi di sektor perikanan. Seperti tantangan menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan, distribusi ikan antara satu daerah dengan yang lain, hingga pengaturan pola dan cara tangkap ikan di laut," kata Dr Andreas, Senin (1/6/2020).
Andreas mengatakan, adaptasi teknologi dapat dilakukan melalui inovasi sederhana seperti teknologi digital, hingga kompleks dengan menggunakan aplikasi Data Besar (Big Data) atau Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligent).
Dia meyakini teknologi bisa membantu proses suatu kegiatan, menjaga kualitas lingkungan dan mutu produk, hingga menumbuhkan unit usaha lain yang mendukung usaha yang telah ada (multiplier effect).
Di negara maju seperti Jepang, Kanada, Taiwan, dan Amerika Serikat berhasil memadukan data satelit dengan sistem kecerdasan buatan untuk memantau aktivitas kapal di tengah lautan secara langsung hingga mengidentifikasi ukuran kapal dan jenis alat tangkap yang digunakan.
Baca: Update Corona di Kota Mataram NTB, Senin 1 Juni 2020: Ada 3 Kasus Baru, Total 240 Pasien Positif
Sementara pada sub-sektor perikanan budidaya, negara seperti Jepang dengan jumlah produksi ikan lebih dari 4,4 juta ton atau senilai USD16,1 miliyar pada tahun 2018, terus berinovasi untuk meningkatkan produksi perikanan budidayanya.
"Negara skandinavia seperti Norwegia bahkan telah mengekspor sekitar 2,7 juta ton ikan laut dengan nilai 10,4 miliar dolar AS pada tahun 2019 yang sebagian besar (71 persen) merupakan hasil budidaya perikanan dengan perpaduan sistem kecerdasan buatan yang baik," imbuh Andreas.
Sementara di Indonesia, pengunaan sistem kecerdasan buatan di industri perikanan kurang mendapatkan perhatian.
Namun dalam skala kecil, kecerdasan buatan telah digunakan pembudidaya.
Seperti sistem otomatisasi pengaturan pakan ikan atau penggunaan akustik untuk mengestimasi populasi serta densitas ikan.
Andreas menambahkan pengembangan platform kecerdasan buatan yang terintegrasi adalah hal mendesak saat Indonesia tengah menyongsong era new normal.
Baca: Adik Syahrini Bongkar Pertemuan dengan Luna Maya, Akui Terima Pertanyaan Soal Reino Barack Ini
Platform tersebut fungsinya memahami proses produksi, mengetahui ketersediaan dan kebutuhan pangan, hingga mampu beradaptasi terhadap perubahan perilaku kebutuhan dan keinginan masyarakat.
"Dengan penggunaan platform kecerdasan buatan yang terintegarsi, pencapaian target pemerintah meningkatkan produksi dan menggenjot ekspor ikan terutama udang hingga 250% pada tahun 2024 adalah suatu keniscayaan," kata Andreas.