Enggartiasto Yakin Pemerintah Punya Strategi untuk Pertahankan Ekspor Produk Utama
Jika krisis terdahulu hanya memukul sisi permintaan, maka saat ini yang terpukul adalah sisi permintaan dan penawaran sekaligus.
Penulis: Toni Bramantoro
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19 begitu mendalam. Krisis yang diakibatkan bahkan jauh lebih parah ketimbang krisis ekonomi yang pernah terjadi sebelumnya.
Jika krisis terdahulu hanya memukul sisi permintaan, maka saat ini yang terpukul adalah sisi permintaan dan penawaran sekaligus.
Demikian dikatakan mantan Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita saat menyampaikan keynote speech dalam acara webinar bertajuk Entepreneurship: Making a Difference in this New Era, yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Universitas Prasetiya Mulya (Ikaprama), Sabtu (27/6/2020).
“Covid-19 telah mengguncang dunia, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Dan lockdown yang berkepanjangan disertai dengan kemungkinan gelombang kedua dan ketiga meningkatkan ketidakpastian ekonomi. Ini akan menurunkan permintaan dan penawaran di seluruh dunia, secara bersamaan,” ungkap Enggartiasto Lukita.
Karena yang terpukul adalah penawaran dan permintaan sekaligus, maka ekonomi semua negara mengalami kontraksi. Ekonomi global diperkirakan menyusut 3 persen, ekonomi negara maju akan mengalami penurunan 6,1 persen, dan ekonomi negara berkembang tumbuh hanya 1 persen pada 2020.
“Ekonomi Jerman diperkirakan anjlok 7 persen, AS 5,9 persen, dan Jepang 5,2 persen. Sementara itu, Cina dan India diperkirakan tumbuh hanya antara 1,2-1,9 persen,” kata Enggar.
Kontraksi ekonomi juga terjadi di Indonesia. Dalam skenario terbaik, ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh maksimal 0,5 persen pada 2020. Pada kuartal pertama tahun ini ekonomi masih mencatat pertumbuhan 2,97 persen, namun pada kuartal kedua, diprediksi akan tumbuh merosot 3,1 - 3,8 persen.
Enggartiasto Lukita mengatakan, Indonesia membutuhkan sikap kebijakan yang jelas dan rencana strategis yang terperinci untuk menghadapi krisis ini.
Tidak bisa bergerak hanya dengan asumsi-asumsi pasar yang tidak pasti. Semua hal harus dipikirkan dengan sangat detail dan terperinci.
“Semua harus jelas, sesuai data, dan terperinci. Misalnya dalam dunia usaha, kita harus bicara secara rinci satu persatu, apa yang perlu kita impor dan bisa kita ekspor ke setiap negara,” tutur Enggartiasto Lukita.
Diakui Enggartiasto Lukita, sikap detail dan terperinci itu juga dipakai dalam menganalisis potensi pasar ekspor di sejumlah negara.
Meski permintaan global menurun, Enggartiasto Lukita yakin ada strategi yang bisa diterapkan agar Indonesia mampu mempertahankan ekspor produk-produk utamanya, terutama yang sulit untuk diganti dan dibutuhkan oleh dunia, seperti batu bara, minyak kelapa sawit , dan produk-produk berbasis pertanian.
“Tentu ini butuh kolaborasi yang kuat antara pengusaha dan pemerintah,” jelas Enggartiasto Lukita.
Selain pasar ekspor, yang juga harus menjadi perhatian tentunya adalah pasar domestik. Di tengah permintaan dunia yang rendah, kata dia, pasar domestik harus diperkuat.