Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Jokowi Perlu Restart Struktur Ekonomi, Bukan Sekadar Reshuffle Kabinet

Ekonom Indef tersebut menyarankan uji coba penerapan universal basic income kepada mereka yang kena PHK

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Jokowi Perlu Restart Struktur Ekonomi, Bukan Sekadar Reshuffle Kabinet
Capture YouTube Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat gestur mengangkat tangan setelah menyampaikan kemungkinan reshuffle kabinet, dalam Sidang Kabinet Paripurna, Kamis (18/6/2020), diunggah Minggu (28/6/2020). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nada suara Presiden Joko Widodo meninggi saat sidang kabinet paripurna yang ditayangkan melalui akun YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020).

Presiden Jokowi menyoroti kinerja menteri kabinetnya, bahkan mengancam akan melakukan perombakan atau reshuffle kabinet.

Baca: Ekonom Indef Sebut Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Akan Sulit 2-3 Tahun ke Depan

Ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan bahwa yang dibutuhkan Indonesia saat ini bukan sekadar reshuffle kabinet.

"Saya kira kita perlu restarting semua struktur ekonomi kita. Jadi tidak hanya kemudian hanya usulan-usulan yang reformis saja, karena ada beberapa hal yang memang harus kita lakukan, bukan sekedar reshuffle," tutur Bhima saat Diskusi Publik Bravos Radio Indonesia, Senin (29/6/2020).

Bhima menambahkan jika hanya reshuffle, apakah Jokowi akan berpihak pada rakyat atau hanya mengganti menteri dari partai politik (Parpol) yang sama.

"Nah reshuffle ini tergantung dari Pak Jokowi, akan berpihak pada rakyat atau masih akan mengganti menteri-menterinya dari Parpol yang sama, atau dia malah meminta konglomerat atau oligarki-oligarki untuk bergabung ke kabinet," ungkapnya.

BERITA TERKAIT

Wacana reshuffle pun dinilai Bhima sudah terlalu terlambat.

Harusnya dilakukan sejak awal Maret, ketika Covid-19 mulai menyerang Indonesia.

Terlebih, dari kinerja beberapa menteri, ada yang menahan-nahan stimulus yang harusnya diberikan dalam jumlah banyak namun baru dikeluarkan kurang dari 2 persen.

"Jadi opsi reshuffle maupun tidak itu hanya di permukaan. Yang fundamental lagi adalah bagaimana ide-ide besar harus hadir, mulai dari membalik bahwa stimulus 80 persen bukan untuk korporat, namun langsung masuk kepada mereka yang menjadi korban PHK, kepada UMKM untuk modal kerja dan lain-lain," ujar Bhima.

Bhima menilai pemerintah tak serius memberikan stimulus kepada masyarakat.

"Bahkan yang lucu, di negara-negara lain sudah membahas universal basic income seperti Malaysia, Singapura dan Australia itu sudah mempunyai subsidi gaji. Di Indonesia sama sekali tidak ada wacana soal itu, nggak ada pemerintah sedikit pun punya rencana soal itu," ucapnya.

Ekonom Indef tersebut menyarankan uji coba penerapan universal basic income kepada mereka yang kena PHK.

Baca: Ekonom Indef Wanti-wanti Pemerintah soal Potensi PHK Gelombang Kedua

Hal tersebut lebih dibutuhkan daripada Kartu Pra-kerja yang uangnya tidak benar-benar ditujukan ke masyarakat, malah ke perusahaan-perusahaan vendor penyedia pelatihan.

"Padahal banyak sekali sumber-sumber pembiayaan sebelum kita beralih kepada utang dan banyak sekali yang bisa dimasukkan kedalam stimulus-stimulus yang lebih tepat sasaran. Kartu Pra-kerja itu Rp 20 triliun, tapi tidak ada manfaatnya. Kenapa dari awal tetap dipertahankan, orang yang di PHK jelas-jelas bukan karena skillnya rendah tetapi karena perusahaan lakukan efisiensi secara besar-besaran," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas