Penghapusan BBM Premium dan Pertalite Dinilai Mendesak
Mamit Setiawan menilai, langkah pemerintah dengan mendorong program langit biru, yakni mendorong BBM ramah lingkungan, harus didukung.
Editor: Sanusi
"Polusi udara masih tinggi, sebab banyak kendaraan masih mengonsumsi BBM yang memiliki oktan rendah," katanya.
Karena itu, semua pihak baik pemerintah pusat dan daerah perlu satu suara dalam kebijakan menghilangkan premium.
Penghapusan BBM yang tidak ramah lingkungan seperti premium, juga sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi karbon sebagaimana Perjanjian Paris (Paris Protokol), yang telah diratifikasi.
Pengurangan emisi karbon antara 29-40% akan sulit tercapai jika masyarakat masih dominan menggunakan BBM yang tidak ramah lingkungan.
Kata Tulus, dalam kehidupan paska wabah Covid-19, di sektor energi/BBM pun harus berbasis New normal juga; yakni konsisten menggunakan BBM ramah lingkungan yang juga sejalan dengan filosofi konsumsi berkelanjutan.
Terlebih lagi, sejumlah negara maju telah melarang pemakaian Premium karena dianggap tidak ramah lingkungan.
"Sejatinya, pemerintah pusat sudah menetapkan Premium hanya berlaku di luar Pulau Jawa. Seyogyanya, BBM jenis ini harus dihapuskan peredarannya dari wilayah Jakarta jika Pemprov berkomitmen menciptakan kualitas udara yang baik bagi warganya. Harusnya makhluk premium yang nilai Ron nya sangat rendah tidak dipakai lagi di Jakarta," ujar Tulus.
Sedangkan, Direktur Eksekutif Komite Pengurangan Bensin Bertimbal (KPBB) atau sebelumnya bernama Komite Penghapusan Bensin Bertimbal, Ahmad Safrudin menganggap BBM jenis Pertalite dan Dexlite sebagai dua dari bahan bakar umum disebut sebagai bahan bakar yang tidak lagi layak berdasarkan standar emisi kendaraan yang berlaku di Indonesia.
Terlebih, sejak 2005, Indonesia mewajibkan standar kendaraan bermotor mengacu pada Euro2/II standar.
Penerapan standar ini, lanjut dia, mengharuskan prasyarat tersedianya BBM yang antara lain bensin dengan RON 92 (min), sulfur 500 ppm (max), dan lead 0,013 gr/L (max), dan solar dengan cetane number/CN 51 (min), sulfur 500 ppm (max).
Kemudian, lanjutnya, pada Oktober 2018, pemerintah memperketat standar emisi kendaraan dengan mewajibkan Euro 4/IV standard yang mengharuskan ketersediaan bensin dengan RON 92 (min), sulfur 50 ppm (max), dan lead 0,005 gr/L (max), dan solar dengan CN 51 (min), sulfur 50 ppm (max).
BBM yang memenuhi syarat menurutnya adalah bensin yang setara dengan Pertamax dan Pertamax Turbo. Sementara untuk solar adalah Solar Perta-Dex dan Perta-Dex HQ (High Quality).
Artikel Ini Sudah Tayang di KONTAN, dengan judul: Pengamat energi: Penghapusan BBM Premium dan Pertalite sudah mendesak