Perpres Perdagangan Karbon akan Rampung Agustus 2020
"Sekarang sudah dibahas di tingkat Seskab, Setneg dan segera ke Kumham untuk antar-kementerian," kata Siti
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan Peraturan Presiden mengenai perdagangan karbon saat ini sedang disusun dan akan segera rampung pada Agustus 2020.
Menurutnya Perpres tersebut sudah disusun sejak setahun lalu.
Baca: Presiden: Target Penurunan Emisi Karbon 29 Persen di 2030
"Sekarang sudah dibahas di tingkat Seskab, Setneg dan segera ke Kumham untuk antar-kementerian," kata Siti usai Rapat Terbatas Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, (6/7/2020).
Perpres tersebut nantinya akan mengatur mengenai penyelenggaraan perdagangan karbon untuk menjamin kontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca. Kedua untuk mendorong pembangunan rendah karbon.
"Misalnya kalau naik pesawat tiketnya ada untuk karbon, karena pesawat pake fuel ada karbonnya karena kita make itu kita diminta bayar, itu namanya offset atau kalau proyek, lalu buka lahan harus tanam lagi, offset ada dalam bentuk kontrak karbon, bisa untuk swasta pemerintah, rakyat, termasuk rakyat nanam pohon harus diberi jasanya yaitu jasa karbon, pengaturan-pengaturan sepserti itu," katanya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan Indonesia terus berkomitmen dalam menurunkan emisi gas rumah kaca yakni 26 persen pada 2020 dan 29 persen pada 2030.
Hal itu disampaikan presiden dalam rapat terbatas kelanjutan kerjasama penurunan emisi gas rumah kaca antara Indonesia dan Norwegia di Komplek Istana Kepresiden, Jakarta, Senin, (6/7/2020).
"Selain kita memiliki target untuk emisi karbon yang harus diturunkan berdasarkan konvensi perubahan iklim yang telah kita ratifikasi , yaitu 29 persen pada 2030 dan 41 persen dengan dukungan kerjasama teknik dari luar negeri," kata Presiden.
Selain itu berdasarkan konvensi perubahan iklim, Indonesia memiliki kewajiban untuk penurunan emisi karbon di sektor kehutanan sebesar 17, 2 persen, sektor energi 11 persen, sektor limbah 0,32 persen, sektor pertanian 0,13 persen, sektor Industri dan transportasi 0,11 persen.
Oleh karena itu Presiden meminta jajaran kabinetnya agar seluruh tahapan dalam menurunkan emisi gas rumah kaca segera diselesaikan. Salah satunya mengenai instrumen pendanaan termasuk insentif untuk para pemangku kepentingan.
"Kita harus memastikan bahwa pengaturan karbon ini betul betul memiliki dampak signifikan untuk pencapaian target penurunan gas rumah kaca sebesar 26 persen di 2020 dan 29 persen pada 2030," tuturnya.
Baca: Menteri LHK: Perjanjian Indonesia dan Norwegia Soal Gas Rumah Kaca Tetap Dilanjutkan
Indonesia menurut Presiden memiliki kesempatan banyak untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dengan memanfaatkan lahan hutan gambut, hutan mangrove, dan hutan lainnya.
"Saya kira kesempatan ini bisa kita laksanakan apabila di lapangannya betul-betul segera bisa kita kerjakan," pungkasnya.