Wacana Penyederhanaan BBM Dikhawatirkan Bebani Biaya Logistik
Wacana penyederhanaan produk bahan bakar minyak (BBM) sesuai dengan ambang batas emisi memicu polemik baru.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wacana penyederhanaan produk bahan bakar minyak (BBM) sesuai dengan ambang batas emisi memicu polemik baru.
Sebab jika wacana tersebut diterapkan, BBM jenis premium, solar, dan pertalite akan dihapus sehingga diperkirakan mendongkrak biaya logistik dan pengiriman barang.
“Jika wacana itu diterapkan, ini akan menjadi persoalan. Dampak langsungnya, biaya pengiriman barang jadi lebih mahal. Kalau pelaku usaha logistik bisa menerima karena akan meneruskan biaya yang timbul ke customer. Tapi dampak ke masyarakat kan lebih besar,” ujar Ketua Ikatan Pengusaha Cargo Nusantara (IPCN) Beni Syarifudin dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (22/7/2020).
Baca: Dirut Pertamina: Harga BBM Bisa Saja Turun, tapi Kita Balik ke Zaman Dulu
Menurut dia, untuk meminimalisir dampak kebijakan tersebut, IPCN yang menaungi 215 perusahaan logistik dan kargo akan mengusulkan adanya kompensasi berupa kelonggaran kebijakan ataupun insentif tersendiri.
“Sektor logistik ini salah satu tulang punggung perekonomian negara. Dibutuhkan kelonggaran dan insentif tersendiri agar cost logistik bisa lebih murah,” jelasnya.
Pemerintah dan Pertamina sebelumnya sedang membahas wacana penyederhanaan produk BBM sesuai kesepakatan dunia tentang lingkungan.
Seluruh negara berupaya menjaga ambang batas emisi karbon dan polusi udara dengan standar BBM minimal RON 91 dan CN minimal 51.
BBM yang dimaksud adalah premium, solar, dan pertalite yang dinilai tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Np 20 Tahun 2017.
Meski baru sekadar wacana, Beni menilai, kebijakan baru itu jika diterapkan akan mempengaruhi seluruh sektor, terutama transportasi dan logistik.
Padahal kenyataannya, saat ini sektor logistik di Indonesia masih terkendala biaya yang mahal.
Pengamat ekonomi dari INDEF, Nailul Huda, juga menilai wacana penghapusan BBM jenis premium, solar, dan pertalite jika diterapkan, hal itu akan mendorong inflasi sekaligus menggerus daya beli masyarakat secara luas.
“Dampak lanjutannya bisa diperkirakan, angka kemiskinan dan pengangguran terus meningkat dan memperparah daya beli masyarakat yang sudah tertekan akibat pandemi Covid-19,” ucapnya.
Huda menerangkan wacana penghapusan BBM jenis premium, solar, dan pertalite untuk saat ini sangat kontraproduktif dengan upaya pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19 yang berpotensi memicu resesi.
“Jika dipaksakan wacarana penghapusan BBM jenis premium, solar, dan pertalite ini bisa makin berbahaya bagi ekonomi yang sedang terpuruk,” ucapnya.
Dia mengingatkan agar pemerintah dan Pertamina agar lebih fokus pada upaya penanggulangan pandemi Covid-19 serta pemulihan ekonomi nasional.
“Jangan sampai di tengah kondisi sulit dan ancaman resesi ekonomi justru sejumlah pihak membuat kebijakan yang blunder,” jelasnya.
Seluruh sektor, lanjut Huda, pasti akan terpengaruh dengan wacana kebijakan tersebut, terutama transportasi dan logistik.
“Bagaimana ekonomi bisa pulih dari pandemi Covid-19 dan ancaman resesi jika sektor-sektor strategis seperti transportasi dan logistik dibebani kebijakan yang tidak tepat,” pungkasnya.