Komisi VI: Cari Dana Murah, Pemerintah Jangan Ambil Jalan Pintas Lewat IPO Anak Usaha BUMN
Jika alasannya untuk mencari dana murah, maka hal itu bisa dilakukan tanpa harus melalui skema IPO.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI dari fraksi PKS Amin Ak minta Menteri BUMN Erick Thohir membatalkan rencana menjual saham (initial public offering atau IPO) anak-anak usaha (sub-holding) Pertamina di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Jika alasannya untuk mencari dana murah, maka hal itu bisa dilakukan tanpa harus IPO.
Seharusnya yang menjadi fokus perhatian menteri BUMN adalah memperbaiki kinerja BUMN dan anak usahanya melalui implementasi secara disiplin prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yakni transparansi, akuntabilitas, responsibiltas, independensi dan fairness.
“IPO perusahaan BUMN atau anak usaha BUMN yang mendapat tugas negara mengelola sumber daya alam yang berkaitan dengan hajat hidup masyarakat luas berpotensi melanggar konstitusi,” kata Amin Ak dalam keterangan tertulis, Senin (31/8/2020).
Baca: Pengamat Nilai IPO Pertamina Berpengaruh pada Kemampuan Subsidi dan Inti Bisnis
Mengacu pada pasal 33 UUD 1945, Pertamina adalah BUMN yang mendapat mandat negara memenuhi hajat hidup orang banyak dan mengelola sumber daya alam (SDA) migas, guna bermanfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Baca: Fraksi PKS DPR Minta Pemerintah Kaji Ulang IPO Subholding Pertamina
Hal ini diperkuat Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan No.36/2012 dan No.85/2013.
Pada prinsipnya MK menyatakan penguasaan negara terhadap SDA dijalankan dalam bentuk pembuatan kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan dan pengawasan.
Kekuasaan negara dalam pembuatan kebijakan, pengurusan, pengaturan dan pengawasan ada di tangan Pemerintah dan DPR. Sedangkan penguasaan negara dalam pengelolaan SDA berada di tangan BUMN.
Ditegaskan dalam UU BUMN No.19/2003 pasal 77 dan Peraturan Pemerintah (PP) No.35/2004, privatisasi tidak boleh dilakukan terhadap persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberi tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
“Hak istimewa pengelolaan SDA hanya diberikan negara kepada Pertamina jika saham pemerintah di Pertamina masih utuh 100 persen. Jika saham pemerintah kurang dari 100 persen, maka privilege untuk pertamina dan anak usahanya akan hilang. Artinya, anak usaha yang sudah IPO tidak berhak mendapat privilege mengelola SDA,” beber Amin.
Lebih lanjut, Wakil Rakyat dari Dapil Jatim IV itu mengatakan, persoalan yang membelit BUMN sehingga mengalami kerugian itu lebih banyak karena pengelolaan yang tidak profesional dan moral hazard.
Jadi persoalan ini yang seharusnya dibenahi, bukan mengambil jalan pintas dengan melakukan privatisasi.
“Jangan jadikan BUMN sebagai sapi perah dan bagi-bagi posisi sebagai balas jasa kerja-kerja politik. Ini yang selama ini merusak kinerja BUMN,” tegas Amin.
Menurut Amin, salah satu upaya untuk menjadikan pengelolaan BUMN transparan bisa dilakukan melalui mekanisme non-listed public company (NLPC).
Saham terdaftar di BEI tanpa harus menjual saham meski hanya 1 persen. Dengan begitu, GCG-nya akan meningkat lebih baik.
“Tanpa IPO, dana murah bisa diperoleh asal prinsip-prinsip GCG benar-benar diimplementasikan dengan baik," pungkasnya.