Jaga Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi, Ini yang Akan Dilakukan Mentan
Syahrul pun menyerukan pada peserta APRC untuk memperkuat kolaborasi dan mendukung FAO inisiatif hand in hand.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pertanian dari 46 negara di Asia Pasifik mengikuti Konferensi Regional Asia Pasifik (APRC) FAO ke-35.
Pertemuan yang digelar secara virtual untuk pertama kalinya itu membahas situasi terkini dari ketahanan pangan di kawasan.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Pertanian Syahrul Yassin Limpo menyatakan, terdapat empat prioritas Indonesia dalam situasi pandemi Covid-19.
Prioritas ini menyoroti upaya negara untuk memperkuat ketahanan pangan dan sistem pangan dalam pandemi.
"Untuk menopang ketersediaan pangan bagi semua di era normal baru, kami telah mengembangkan kebijakan yang disebut 4 Cara Bertindak, yakni peningkatan kapasitas produksi, diversifikasi pangan lokal, penguatan cadangan pangan dan sistem logistik, pengembangan pertanian modern, ” ujarnya seperti dikutip dalam keterangan resminya, Jumat (4/9/2020).
Ia mengatakan, meski terjadi perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19, namun Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di sektor pertanian meningkat 2,19 persen secara tahunan pada kuartal II-2020 tahun. Bila dibandingkan kuartal sebelumnya, pertumbuhan sektor pertanian sebesar 16,24 persen.
Baca: Mentan Syahrul Lepas Ekspor Kubis Kabupaten Malang ke Taiwan
Baca: Mentan Syahrul Dorong Kabupaten Malang Jadi Penghasil Bibit Alpukat Berkualitas
Terlepas dari kemunduran global dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs), peringkat ketahanan pangan Indonesia dalam indeks keamanan global telah meningkat dari peringkat 74 pada 2015 menjadi peringkat 62 pada 2019.
Selain itu, Prevalensi stunting menurun dari 30,8 persen pada 2018 menjadi 27,67 persen pada 2019.
Syahrul pun menyerukan pada peserta APRC untuk memperkuat kolaborasi dan mendukung FAO inisiatif hand in hand.
“Melalui Kerja Sama Selatan-Selatan dan Kerjasama Triangular. Indonesia siap untuk berbagi pengalamani dengan setiap negara di kawasan bersama-sama, untuk berkontribusi dalam pencapaian SDGs,” ujarnya.
Konferensi Regional FAO secara yang diselenggarakan setiap dua tahun merupakan forum untuk membahas tren dan tantangan regional saat ini dan kedepan.
Dalam konferensi tahun ini, inisiatif baru FAO 'hand in hand' menjadi salah satu bahasan utama. Inisiatif yang berfokus pada peningkatan kerjsama dan dukungan terhadap potensi daerah tertinggal dan kelompok penduduk yang rentan sejalan dengan komitmen PBB untuk 'tidak meninggalkan siapa pun'.
Inisiatif menargetkan mereka yang paling rentan, terutama di kelompok populasi, wilayah, dan negara yang lebih miskin. Inisiatif akan berbasis pada bukti di lapangan dan memanfaatkan analisis komprehensif menggunakan data dan informasi geo-spasial multidimensi.
Adapun secara keseluruhan, konferensi apda tahun ini memberikan penekanan khusus pada efek penyebaran virus corona dan dampaknya pada sistem pangan di seluruh dunia dan kawasan Asia Pasifik.
Kawasan Asia Pasifik adalah rumah bagi lebih dari separuh jumlah penduduk dunia yang mengalami kekurangan gizi. Sementara itu, tingkat prevalensi kelaparan hanya turun sedikit dari yang diharapkan.
Kawasan ini masih jauh tertinggal dalam percepatan pengurangan kelaparan dan/atau kekurangan gizi sampai tahun 2030, sesuai dengan batas akhir SDGs yang ditetapkan oleh komunitas global untuk menghapuskan kelaparan.
Direktur Jenderal FAO QU Dongyu pun menyoroti dampak negatif terkait pandemi yang telah dirasakan di seluruh sistem pangan. Menurut dia, tindakan untuk mengendalikan wabah virus mengganggu rantai pasokan pangan global.
Pembatasan pergerakan di perbatasan dan penguncian (lockdown) menghancurkan mata pencaharian dan menghambat transportasi pangan bagi penduduk.
"Kehilangan dan pemborosan pangan meningkat, karena petani harus membuang bahan pangan yang mudah rusak, dan banyak orang di pusat kota yang berjuang untuk mendapatkan makanan segar," katanya.
Dongyu menekankan bahwa petani kecil dan keluarganya, pekerja pangan di semua sektor, serta mereka yang hidup di sistem ekonomi yang bergantung pada komoditas dan pariwisata, sangatlah rentan. Oleh sebab itu, mereka semua perlu mendapatkan perhatian khusus.
"Kita perlu mengkaji kembali sistem pangan dan rantai nilai pangan, kita harus lebih memanfaatkan inovasi dan teknologi pertanian yang ada, dan mempertimbangkan teknologi terbaru,” kata Dong Gyu.
Adapun dalam upaya menghadapi pandemi, FAO juga telah meluncurkan program respons dan pemulihan Covid-19, yang memungkinkan donor untuk memanfaatkan kekuatan organisasi, data terkini, sistem peringatan dini, dan keahlian teknis untuk mengarahkan dukungan di daerah mana dan kapan paling dibutuhkan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini 4 Prioritas Mentan Jaga Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi"