Ekonomi Nasional Alami Tren Negatif, Bank Mandiri Komitmen Tetap Salurkan Kredit
Bank Mandiri berkomitmen tetap akan menyalurkan kredit untuk setiap pelaku usaha dan calon debitur,
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Mandiri berkomitmen tetap akan menyalurkan kredit untuk setiap pelaku usaha dan calon debitur, meski ekonomi Indonesia diproyeksi masih berada dalam tren negatif pada kuartal III 2020.
Menurut Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Hery Gunardi, proyeksi negatif pertumbuhan ekonomi Indonesia bukan menjadi penghalang perseroan menjalankan fungsi intermediasinya.
Penyaluran kredit justru menjadi salah satu bentuk stimulus guna kembali menggeliatkan kembali kondisi perekonomian nasional.
Baca: Di Tengah Pandemi Covid-19, Indonesia Peringati World Maritime Day 2020
“Bank Mandiri akan tetap menyalurkan kredit bagi debitur eksisting atau para calon nasabah, dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Pembiayaan yang terukur dan prudent akan membantu menggerakan perekonomian Indonesia untuk kembali ke tren positif,” ujar Hery, dalam keterangan tertulis, Kamis (24/9/2020).
Baca: Bank Mandiri Ajak Mahasiswa Lebih Kreatif di Era Digital
Langkah Bank Mandiri tetap memaksimalkan penyaluran kredit karena, berdasarkan analisa Office of Chief Economist Bank Mandiri, kinerja industri perbankan di triwulan III tahun ini masih relatif kuat di tengah pandemi.
Hal ini dikarenakan berbagai stimulus dari Pemerintah dan Otoritas Moneter mampu menjaga kondisi likuiditas dan kualitas aset perbankan.
Perlambatan pertumbuhan kredit memang dialami pelaku industri perbankan karena pandemi. Pertumbuhan kredit industri perbankan diprediksi hanya mencapai 1,5 persen dibandingkan tahun lalu.
Akan tetapi, likuiditas industri perbankan diperkirakan tetap terjaga dengan estimasi pertumbuhan DPK di seluruh bank mencapai 8,3 persen. Hal ini terjadi seiring makin banyaknya penabung dengan nominal besar.
Di sisi lain NPL memang akan mengalami peningkatan antara 3,5 persen-4 persen, namun peningkatan ini dapat diredam karena stimulus Pemerintah dan OJK.
“Kondisi likuiditas Bank Mandiri tetap terjaga di kuartal III, dan ini membuat kami yakin untuk tetap menyalurkan pembiayaan bagi debitur-debitur yang memenuhi syarat. Di satu sisi, Bank Mandiri juga akan terus melanjutkan proses restrukturisasi untuk nasabah-nasabah yang terdampak pandemi Covid-19,” ujar Hery.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro memprediksi perekonomian Indonesia tahun ini akan terkontraksi akibat Pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 diprediksi ada di kisaran -2 persen hingga -1 persen.
Proyeksi ini muncul karena sepanjang triwulan I pertumbuhan ekonomi nasional sudah melambat ke level 2,97 persen. Pada triwulan II 2020, pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi hingga -5,32 persen. Memasuki triwulan III 2020, kondisi ekonomi diperkirakan sedikit membaik seiring dimulainya relaksasi PSBB.
Tekanan terhadap perekonomian Indonesia sejalan dengan dinamika ekonomi global, di mana banyak negara-negara sudah memasuki resesi kecuali Vietnam dan Tiongkok yang masih mencatat pertumbuhan positif.
Namun demikian, resesi yang dialami Indonesia diperkirakan tidak akan sedalam negara-negara lain di Asia seperti India, Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapore, maupun negara-negara maju di Kawasan Eropa dan AS.
2021 Ekonomi Indonesia Tumbuh 4 Persen
Outlook Ekonomi 2021 ke depan, jelas Andry, perekonomian akan mulai memasuki masa pemulihan dengan asumsi kurva infeksi Covid-19 sudah melambat disertai adanya prospek penemuan dan produksi vaksin.
Economist Bank Mandiri memperkirakan ekonomi dapat tumbuh 4.4 persen di tahun 2021.
Kinerja Sektoral kuartal III 2020. Kinerja beberapa industri akan mengalami perbaikan dibandingkan kuartal II karena kondisi di kuartal II yang merupakan titik terendah akibat penerapan PSBB ketat. Pada kuartal III ini, khususnya Juli dan Agustus, berbagai indikator telah menunjukan perbaikan kegiatan ekonomi dibandingkan bulan April dan Mei 2020.
Sebagai contoh, penjualan kendaraan bermotor pada bulan Agustus 2020 sudah mencapai 37.291 unit setelah mencapai titik terendah yaitu 3.551 unit pada bulan Mei 2020. Meskipun demikian, angka penjualan bulan Agustus 2020 masih jauh dibawah angka rata-rata penjualan tahunan 2019 yang mencapai 85.577 unit.
Tingkat hunian kamar hotel mulai membaik pada Juli 2020 menjadi 28,7 persen walaupun masih jauh dibawah sebelum periode Covid-19 yaitu 56,7 persen pada Juli 2020.
Sementara itu, harga-harga komoditas penting bagi perekonomian Indonesia selama pandemi Covid-19 masih tertekan. Sampai dengan 20 September 2019, harga minyak mentah turun sebesar 35 persen year to date (ytd), atau berada di sekitar 43 dolar AS per barrel; dan harga batubara pun turun sebesar 23 persen atau berada di tingkat 52 per ton dolar AS.
Namun demikian, harga minyak kelapa sawit sejak bulan Juni sudah membaik dengan cepat dan sudah mencapai 753 dolar AS per ton, atau sudah sama dengan sebelum harga Covid-19 pada bulan Desember 2019. Harga karet pun membaik sebesar 20 persen year to date (ytd) mencapai 2 dolar AS per Kg.
Ke depan, perkembangan ekonomi sektoral Kuartal III dan IV dibayangi resiko dampak penerapan PSBB di wilayah DKI Jakarta sejak tanggal 14 September dan resiko akibat peningkatan kasus COvid-19.
Secara sektoral, sektor-sektor jasa-jasa seperti, perdagangan, transportasi, hotel, restoran dan jasa-jasa perusahaan akan mengalami pemulihan yang relatif lambat dari perkiraaan semula akibat peningkatan kasus positif Covid-19.
Demikian pula sektor industri pengolahan, pemulihannya mengikuti pola umum peningkatan ekonomi nasional karena sangat tergantung perbaikan daya beli dan confidence masyarakat sehingga mulai membelanjakan uangnya.
Sektor komoditas kelapa sawit bisa menjadi katalis positif yang mendorong perekonomian Indonesia ke depan terutama di sentra-sentra perkebunan di Sumatera dan Kalimantan. Harga minyak kelapa sawit sampai akhir tahun, kami perkirakan masih akan bertahan di tingkat harga 700 dolar AS per ton (FOB Malaysia).
Hasil Survey Mandiri Institute. Pembatasan sosial dan kekhawatiran konsumen atas penyebaran COVID-19 telah menekan usaha ritel dan jasa makanan dan minuman. Sejumlah daerah memperpanjang masa PSBB transisi sementara DKI Jakarta—dengan kenaikan kasus per hari COVID-19—kembali menerapkan PSBB II, meski dalam skala yang lebih