Dibayangi Demo Tolak UU Cipta Kerja, Rupiah Ditutup Melemah ke Level Rp 14.725 per Dollar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada penutupan perdagangan di pasar spot melemah sepanjang hari, Selasa (13/10/2020).
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada penutupan perdagangan di pasar spot melemah sepanjang hari, Selasa (13/10/2020).
Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup pada level Rp 14.725 per dollar AS, melemah tipis 25 poin atau 0,17 persen dibanding penutupan hari sebelumnya, yakni di level Rp 14.700.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuibi mengatakan, melemah tipisnya rupiah dan menguatnya indeks dollar AS pada Selasa ini dipengaruhi oleh beberapa sebab, dari sisi eksternal maupun internal.
Baca juga: Azis Syamsuddin: DPR Miliki Waktu 7 Hari Kerja Proses Editing UU Cipta Kerja
Dari sisi internal, pasar memantau demontrasi Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Keamanan yang ketat menambah kepercayaan pasar sehingga apa yang ditakutkan oleh pasar akan terjadi huru-hara menjadi sirna.
Di samping itu, Omnibus Law yang sudah disetujui DPR dianggap membawa berkah bagi perkembangan ekonomi di masa mendatang.
Baca juga: KAMI Disebut Sengaja Buat Rusuh Demo UU Cipta Kerja di Medan, Kapolda Sumut: Bisa Kita Buktikan
Kemudian, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 12-13 Oktober 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 4,00 persen.
"Oleh karena itu, dalam perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup melemah tipis 25 poin sesuai prediksi di level 14.725 dari penutupan sebelumnya di level 14.700. Walaupun dalam perdagangan pagi sempat melemah 45 poin," papar dia.
Sementara dari sisi eksternal, ada beberapa investor keras kepala berpegang pada harapan langkah-langkah stimulus AS yang besar untuk menopang ekonomi yang dilanda Covid-19 setelah pemilihan presiden 3 November 2020.
Faktor lainnya adalah harapan untuk kesepakatan Brexit dengan Uni Eropa, yang hanya dua hari tersisa sampai tenggat pada 15 Oktober.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga tidak menganjurkan negara untuk mengkarantina wilayah atau lockdown sebagai mengendalikan wabah virus corona.
"Langkah lockdown ini dianggap berkaitan dengan kesulitan ekonomi dan kemiskinan secara global. Sektor pariwisata misalnya, seperti di Karibia atau wilayah Pasifik terpukul karena tidak ada turis yang berkunjung," pungkas Ibrahim.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dibayangi Demo Tolak UU Cipta Kerja, Rupiah Ditutup Melemah"