Rasio Kecukupan Dana Pensiun BUMN di Bawah 100 Persen, Ini Tantangannya
Dana pensiun perusahaan BUMN nilainya mencapai Rp 149 triliun atau 52 persen dari total dana pensiun di Indonesia sebesar Rp 289 triliun.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dana pensiun perusahaan BUMN nilainya mencapai Rp 149 triliun atau 52 persen dari total dana pensiun di Indonesia sebesar Rp 289 triliun.
Dari dana pensiun BUMN sebesar Rp 149 triliun tersebut, sekitar 68 persen atau Rp 101 triliun adalah Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Manfaat Pasti (MP).
Baca juga: Saat Pandemi Covid-19, Dana Pensiun Harus Lebih Hati-hati Kelola Investasi
Namun, sekitar 67 persen DPPK MP BUMN memiliki rasio kecukupan dana (RKD) di bawah 100 persen.
Jika RKD berada di bawah 100 persen, pendanaan Dana Pensiun disebut dalam keadaan dana tidak terpenuhi (unfunded).
Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Budi Frensidy mengatakan, rasio kecukupan dana DPPK MP BUMN yang berada di bawah 100 persen disebabkan oleh pertumbuhan gaji yang lebih besar dari asumsi dan return yang lebih rendah dari target bujet.
“Jadi, dapen yang tadinya fully funded bisa berubah dalam satu tahun atau beberapa waktu kedepan menjadi unfunded,” kata dia, Kamis (15/10/2020).
Untuk mengatasi RKD di bawah 100 persen tersebut, perlu ada injeksi atau setoran tambahan agar kekurangan tersebut bisa tertutupi.
Sementara itu, mengenai investasi dana pensiun BUMN, dia mengatakan bahwa harus lebih likuid.
Beberapa instrumen di pasar finansial bisa menjadi pilihan, dengan catatan memiliki risiko kecil seperti SBN, fixed income, SUN, SBSN, ORI, dan obligasi korporasi berperingkat AAA.
Selain itu, dana pensiun bisa ditempatkan di pasar uang, seperti deposito.
“Untuk investasi jangka pendek, tidak wise apabila ditaruh di saham, apalagi properti,” jelas dia.
Diperkirakan lebih dari 80 persen DPPK BUMN memiliki portofolio investasi dalam bentuk penyertaan langsung dan tanah atau bangunan.
Padahal, investasi tersebut tergolong kurang likuid sehingga cenderung kurang optimal. Hal tersebut dikhawatirkan dapat berdampak terhadap likuiditas dana pensiun.
Ditambah lagi masalah pengawasan yang belum optimal dan tata kelola yang kurang prudent.
Sebab itu, dibutuhkan semacam arahan investasi untuk DPPK MP BUMN agar penempatan investasi dana pensiun lebih aman dan pengawasan lebih optimal.