Benarkah UU Cipta Kerja Permudah Asing Masuk Bank Syariah?
Pemerintah melalui Undang-Undang Cipta Kerja telah merombak aturan mengenai pendirian Bank Syariah oleh pihak asing di Indonesia.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Undang-Undang Cipta Kerja telah merombak aturan mengenai pendirian Bank Syariah oleh pihak asing di Indonesia.
Hal itu tertuang dalam Paragraf 4 pasal 79 UU Cipta Kerja.
Namun, bukan mempersulit asing untuk berinvestasi di bank syariah dalam negeri, justru aturan ini mempermudah akses asing untuk masuk.
Baca juga: Merger Tiga Bank Syariah BUMN, Anggota Komisi XI: Harus Jadi Bukti Keberpihakan Terhadap UMKM
Baca juga: Merger Bank Syariah, Legislator PKS: Harus Jadi Bukti Keberpihakan Pemerintah terhadap UMKM
Menurut Pengamat Ekonomi Syariah Universitas Indonesia Yusuf Wibisono, aturan baru ini tentu sejalan dengan visi pemerintah dan regulator untuk memperbesar pangsa pasar (market share) perbankan syariah.
"Menurut saya, arah pengaturan kepemilikan asing di Omnibus Law itu selaras dengan UU Perbankan Syariah, yaitu mempermudah kepemilikan asing," katanya kepada Kontan.co.id, Jumat (16/10).
Hal itu menurutnya cukup positif, sebab sampai dengan saat ini share perbankan syariah masih kecil, alias baru di kisaran 6% dari total perbankan nasional.
Baca juga: Politisi PKB: Merger Bank Syariah Bisa Dorong Industri UMKM Halal
Praktis, perluasan dan kemudahan investasi di bank syariah sudah pasti menjadi agenda prioritas pemangku kebijakan.
"Karena hanya dengan share yang lebih besarlah perbankan syariah akan semakin kompetitif dan dapat menunjukan karakteristik unik yang lebih ramah dengan sektor riil," imbuhnya.
Tapi, ada masukan yang disematkan oleh Yusuf dalam aturan ini. Menurutnya, sah-sah saja kalau asing dipermudah aksesnya ke perbankan syariah. Namun sebaiknya, pemerintah membuat aturan yang membuat asing tidak diperbolehkan membeli bank syariah yang sudah ada atau eksisting.
Singkatnya menurut Yusuf, asing seharusnya hanya diperbolehkan masuk ke industri perbankan syariah dengan membeli kepemilikan bank konvensional dan mengkonversinya menjadi bank syariah.
Bukan tanpa alasan, lantaran menurut Dia agenda terpenting perbankan syariah nasional saat ini adalah membesarkan pangsa pasar.
Artinya, jika asing masuk hanya membeli bank syariah yang sudah ada, dampaknya terhadap peningkatan pangsa pasar tidak terlalu signifikan.
Sementara, bila asing masuk membeli bank konvensional dan kemudian mengkonversinya menjadi bank syariah, sudah sepatutnya dipermudah. Tentu, secara otomatis hal itu bakal meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah lebih signifikan.
Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Syariah Adiwarman Karim menjelaskan sejatinya UU Omnibus Law mengubah aturan yang sebelumnya tertuang dalam pasal 9 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Kalau dirinci secara sekilas, sebenarnya tidak terlalu terlihat perubahan aturan dalam kedua pasal tersebut. Namun, jika ditelusuri ternyata perbedaannya cukup besar. Adiwarman menjelaskan, ada dua perbedaan yang mencolok dalam aturan ini.
Pertama, dalam butir 3 tentang permodalan. Dalam UU sebelumnya, aturan mengenai permodalan diatur sesuai dengan regulasi Bank Indonesia. Nah, dalam UU Cipta Kerja peraturan tersebut kini diatur oleh regulator penanaman modal.
Kedua, dalam butir 1 tentang kepemilikan bank semula diatur mengenai ketentuan pelengkap (pairing). Namun, dalam UU Cipta Kerja pairing tersebut dihilangkan, dengan kata lain menjadi lebih mudah.
"Aturan pengganti ini tidak ada pairingnya. Dapat bermakna pemiliknya bisa berupa campuran dari ketiga jenis pemegang saham," kata Adiwarman belum lama ini.
Hanya saja, Dia mengingatkan bahwa aturan-aturan tersebut baru merupakan pengkajian dari draf UU Cipta Kerja. Artinya, dimungkinkan berbeda dengan UU Cipta kerja yang sudah disahkan oleh DPR.
Namun bila tidak diubah, maka bisa dibilang UU Cipta Kerja yang baru justru memudahkan investor untuk mendirikan bank syariah di Tanah Air. Adiwarman juga menambahkan, kemungkinan Pemerintah akan segera merilis aturan turunan mengenai UU baru tersebut, untuk memberi penjelasan lebih lanjut.
Sejumlah bankir syariah pun sepakat kalau adanya Omnibus Law bakal mempermudah akses asing untuk berinvestasi.
Direktur Perbankan Syariah PT Bank CIMB Niaga Tbk Pandji P Djajanegara cara itu memang salah satu yang paling ampuh untuk menggerakkan industri perbankan syariah secara signifikan.
"Salah satu masalah bank umum syariah (BUS) adalah keterbatasan dalam permodalan," ujar Pandji.
Dia bilang, saat ini kategori BUS di Tanah Air saat ini memang baru sebatas BUKU II dan BUKU III. Masyarakat juga tidak perlu khawatir adanya potensi keuntungan bank syariah bakal lari ke luar negeri.
Karena, sesuai dengan regulasi yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemegang saham memang didorong untuk terus melakukan penambahan modal melalui pemenuhan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR).
Lagipula, menurut Pandji dengan membatasi kepemilikan asing di bank syariah akan menyulitkan Indonesia dalam transaksi global dalam jaringan Islamic Finance.
"Belum lagi menghadapi persaingan fintech yang dimiliki asing, yang beroperasi secara global. Tentu makin menyulitkan perbankan syariah," imbuh Pandji.
Di samping itu, menurut pandangan CIMB Niaga Syariah yang sebagain sahamnya juga dimiliki oleh asing yaitu CIMB Group Malaysia, pada praktiknya penerapan hukum Islam atau prinsip syariah seharusnya bersifat universal dan tidak boleh ada sekat batasan negara. Karena, hanya dengan cara itu bisnis keuangan bisa lebih ekspansif.
Senada dengan Pandji, Direktur Utama PT Bank BCA Syariah John Kosasih mengatakan baleid baru ini dibuat justru untuk memperjelas ketentuan kepemilikan di perbankan syariah.
"Asing tetap boleh memiliki (bank syariah) tetapi dengan pola kemitraan dan ada batas ketentuan kepemilikan yang harus dipatuhi," tuturnya.
Artikel Ini Sudah Tayang di KONTAN, dengan judul: UU Cipta Kerja permudah asing masuk bank syariah? Begini kata pengamat dan bankir