Cukai Hasil Tembakau Naik, Bagaimana Nasib Petani dan Tenaga Kerja?
Di tengah kelesuan pasar, rencana penaikan tarif cukai tembakau alias cukai rokok 2021 merupakan langkah yang tidak tepat dan tidak bijak.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah kelesuan pasar, rencana penaikan tarif cukai tembakau alias cukai rokok 2021 merupakan langkah yang tidak tepat dan tidak bijak.
Ini mengingat kenaikan tarif cukai rokok akan berimbas pada kesejahteraan petani tembakau yang kian terpuruk, dan saat ini banyak industri yang tutup akibat dampak pandemi Covid-19.
Penegasan tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini. Menurut Yahya, saat ini rencana menaikkan cukai tembakau merupakan langkah yang tidak tepat dan tidak bijak.
Baca juga: Pengusaha Berharap Pemerintah Tak Naikkan Cukai Tembakau pada 2021
“Sebaiknya pemerintah mempertimbangkan kembali rencana kenaikan tersebut. Seharusnya pemerintah memberikan banyak kemudahan bukan malah memberatkan. Peran pemerintah adalah mendorong industri agar dapat tetap bertahan dan tidak ada PHK,” ujar Yahya dalam keterangannya, Rabu (4/11).
Yahya menekankan pemberian relaksasi pajak, keringanan bunga dan perlindungan terhadap pekerja adalah sederet kebijakan yang justru lebih dibutuhkan industri hasil tembakau (IHT) dibandingkan keputusan menaikkan cukai.
Baca juga: Masuk Industri Padat Karya, Kenaikan Cukai SKT Dianggap Akan Picu PHK
“Inilah yang perlu dipastikan berjalan baik di lapangan, apakah kebijakan tersebut anggarannya sudah terserap baik di lapangan. Sehingga benar-benar memberi ruang dan keberlanjutan usaha,” lanjutnya.
Yahya juga khawatir dengan nasib petani tembakau dan cengkih yang akan terpukul berat dengan keputusan kenaikan cukai. Selama pandemi, petani telah tertekan dengan daya serap hasil panen yang menurun tajam.
“Bila cukai naik, petani makin terpuruk. Oleh karena itu perlu kebijakan khusus bagi petani tembakau, misalnya komitmen penggunaan DBHCT supaya mereka bisa terus bertahan,” Yahya menegaskan.
Sebelumnya, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian (Kementan) Hendratmojo Bagus Hudoro mengungkapkan kebijakan cukai pastinya juga berimbas terhadap sektor pertanian dan petani tembakau. Di tengah kelesuan pasar, saat ini banyak hasil panen menumpuk tetapi volume serapan IHT menurun.
“Sisi lainnya, para petani tembakau juga tertekan dari segi harga. Jadi volume berkurang, harga juga anjlok,” ujar Bagus.
Kementan saat ini mendorong anjloknya pendapatan petani bisa ditolong dengan optimalisasi dana bagi hasil cukai tembakau.
“Tiap daerah yang jadi sentra pertanian tembakau, harus bisa menjadikan dana itu buffer bagi kesejahteraan petani,” jelas Bagus.
Selama pandemi yang berlangsung sejak awal tahun, pendapatan petani tergerus akibat kelesuan IHT yang berbuntut penurunan produksi rokok secara signifikan. Turunnya produksi dan penjualan rokok ini, turut berdampak buruk pada kesejahteraan masyarakat petani tembakau dan cengkih serta pekerja linting rokok.
Berdasarkan proyeksi Kementerian Keuangan, penurunan volume IHT secara industri diperkirakan mencapai 15%-16% atau setara lebih dari 50 miliar batang hingga akhir 2020. Penurunan volume tersebut berdampak besar bagi kelangsungan hidup para petani tembakau karena berimbas pada berkurangnya serapan tembakau sebesar 50.000 ton tembakau pada 50.000 hektar lahan tembakau.
Artikel Ini Sudah Tayang di KONTAN, dengan judul: CHT naik, DPR soroti nasib petani tembakau dan buruh rokok