Rangkap Jabatan Komisaris BUMN Dinilai Bikin Fungsi Pengawasan Mandul
Dilihat dari aspek regulasi, rangkap jabatan komisaris di berbagai perusahaan BUMN memang tidak boleh dilakukan.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dilihat dari aspek regulasi, rangkap jabatan komisaris di berbagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memang tidak boleh dilakukan karena melanggar aturan.
Anggota Komisi VII DPR Rofik Hananto mengatakan, hal tersebut sesuai dengan Undang-undang BUMN pasal 33 karena khawatir terjadi konflik kepentingan.
"Jadi, menimbulkan konflik kepentingan dan tanggung jawabnya tidak sempurna. Dia tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai pengawas atas jalannya perusahaan yang ada di dalamnya," ujarnya dalam acara "Badan Usaha Miliknya Relawan" secara virtual, Jumat (6/11/2020).
Menurut dia, sekarang jumlah BUMN semakin banyak, tapi sebagian besar dari perusahaan pelat merah ini mirisnya sangat banyak yang bermasalah.
Baca juga: MK Tolak Permohonan Uji Materi UU Kementerian Negara Terkait Rangkap Jabatan Wakil Menteri
"Sementara, komisaris itu mengurangi masalah yang ada, tapi semakin tahun masalah BUMN bukannya bertambah selesai, menjadi bertambah banyak," kata Rofik.
Baca juga: Usulan Penghapusan Tradisi Rangkap Jabatan Komisaris BUMN, Ini Respon Legislator PPP
Karena itu, dia menilai komisaris yang dihadirkan tidak memenuhi kebutuhan dari perserian untuk memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan tantangan.
"Begitu banyak BUMN hari ini yang inefisiensi yang bermasalah. Bahkan sampai bangkrut," pungkasnya.