Kemenristek: Jika Ada Dana Rp 10 Triliun, Indonesia Tak Perlu Impor Vaksin dari China
Jika ada anggaran Rp 10 triliun, Ali Ghufron Mukti menilai Indonesia sebenarnya tidak perlu mengimpor vaksin virus corona
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kementerian Riset dan Inovasi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) Ali Ghufron Mukti menilai Indonesia sebenarnya tidak perlu mengimpor vaksin virus corona (Covid-19).
Hal itu tentunya jika ada pengalokasian anggaran sebesar Rp 10 triliun untuk penanganan virus ini.
Baca juga: Ahli Jelaskan Pembuatan Vaksin Dapat Dipercepat dengan Teknologi
Baca juga: Vaksinolog Jelaskan Rumitnya Proses Pembuatan Vaksin, Keamanan Nomor 1, Kedua Efektivitas
Pernyataan tersebut disampaikan dalam agenda kuliah umum Dies Natalis ke-66 Universitas Airlangga (UNAIR) bertajuk 'Menuju Ekonomi Indonesia Berbasis Inovasi'.
"Kalau ada Rp 10 triliun, mohon maaf, (Indonesia) nggak perlu impor penanganan Covid," ujar Ghufron, di Aula Garuda Mukti, Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, Senin (9/11/2020).
Jika ada dana sebesar itu, Staf Ahli Bidang Infrastruktur Kemenristek/BRIN ini memastikan Indonesia tidak membutuhkan vaksin dari China.
Karena tentunya bisa memproduksi vaksin karya anak bangsa yang dibantu oleh berbagai pihak, termasuk Universitas Airlangga.
"95 persen kami jamin, kami sediakan dan usahakan dalam negeri dan ini tentu salah satunya kontribusi Unair," kata Ghufron.
Saat ini, dana yang dikucurkan Kemenristek untuk penelitian pun hanya sebesar Rp 514,2 miliar.
Sementara penanganan covid-19 yang dilakukan pemerintah saat ini satu diantaranya melalui pengadaan 3 jenis vaksin yang diimpor dari China, yakni Sinopharm, Sinovac dan CanSino.