Rekomendasi Analis Setelah Saham-saham Rokok Rontok karena Pengumuman Tarif Cukai
Pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau untuk tahun 2021 dengan besaran rata-rata 12,5% dan membuat saham rokok tertekan.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Nur Qolbi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau untuk tahun 2021 dengan besaran rata-rata 12,5%.
Tarif sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) naik dobel digit, sementara sigaret kretek tangan (SKT) tidak naik sama sekali.
Secara rinci, tarif cukai SKM golongan I lebih tinggi 16,9%, SKM IIA +13,8%, dan SKM IIB +15,4%. Kemudian, SPM golongan I naik 18,4%, SPM IIA +16,5%, dan SPM IIB +18,1%.
Setelah pengumuman yang berlangsung pada Kamis (10/12) pukul 11.00 WIB, saham-saham rokok ikut rontok.
Kamis kemarin, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) merosot 6,99% ke level Rp 44.275 per saham, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) -6,96% ke posisi Rp 1.670, PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) -1,07% menjadi Rp 370, dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) ditutup stagnan pada Rp 595 dengan kisaran perdagangan Rp 560-Rp 660 per saham.
Analis Samuel Sekuritas Yosua Zisokhi menilai, penurunan ini disebabkan oleh kenaikan tarif cukai tahun 2021 yang di luar ekspektasi pelaku pasar.
"Investor berasumsi bahwa kenaikan cukainya kecil pada tahun depan, tetapi ternyata SKM naik 16% dan SPM naik 18%."
"Jadi, cukup wajar harga sahamnya mengalami penurunan," kata Yosua saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (10/12/2020).
Menurut Yosua, saat ini investor tengah kembali menganalisis nasib industri rokok untuk ke depannya, terutama ketika pandemi Covid-19 selesai.
Pasalnya, saat pandemi dan daya beli sedang lemah saja, kenaikan cukainya tergolong tinggi.
Terkait dengan sahamnya meski sudah turun dalam, ia melihat saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengoleksi saham rokok.
Di samping itu, ada hal lain yang perlu diperhatikan, yakni preferensi investor global yang saat ini cenderung lebih ke saham-saham berbasis Environmental, Social, and Corporate Governance (ESG).
"Sehingga minat investor global di saham-saham rokok Indonesia bisa menurun," ucap Yosua.