Anak Muda Bisa Jadi Penggerak Utama Ekonomi Hijau Berkelanjutan
Kesadaran dunia internasional terhadap pertumbuhan berkelanjutan atau sustainability hingga saat ini semakin tinggi.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kesadaran dunia internasional terhadap pertumbuhan berkelanjutan atau sustainability hingga saat ini semakin tinggi.
Jika dianalisa lebih jauh, green economy atau ekonomi hijau menjadi sektor yang memiliki sumber lapangan kerja potensial bagi generasi muda.
Karena itu, sumber daya manusia yang mampu berkontribusi bagi kemajuan sosial, lingkungan, bahkan keberlanjutan industri secara keseluruhan sedang sangat dibutuhkan.
Dalam sesi Webinar 'Greendustry: Education and Skill for Sustainability Growth' di ajang Bright Future Festival yang digelar Sampoerna University dibedah lebih lanjut mengenai ekonomi hijau, lapangan kerja hijau.
Dikupas juga jenis keterampilan apa saja yang perlu disiapkan bagi generasi muda untuk menjadi “actor of change”, serta memberikan kontribusinya untuk keberlanjutan masa depan lebih cerah dan gemilang.
Tiga pembicara green warriors Indonesia, tampil sebagai pembiacara. Masing-masing adalah Ernest C Layman (CEO & Co-Founder Rekosistem), Denia Isetianti Permata (Founder & CEO Cleanomic), dan Daniel Sibbald (CMO & Co-Founder SINARI).
Baca juga: Singgung Green Economy, Menteri Basuki: Penghijauan Akan Dilakukan di Infrastruktur Indonesia
Daniel Sibblald mengatakan, kemajuan industri sustainability atau industri hijau terus berkembang pesat, terlebih saat ini sudah banyak masyarakat memahami dan mengetahui permasalahan lingkungan dengan berbagai solusi yang tersedia.
Namun akan lebih baik jika mengambil tindakan dan berkontribusi dari terkecil dan terdekat dulu.
"Saat ini kita juga sedang memasuki era bonus demografi dimana jumlah masyarakat usia produktif sangat besar, sehingga kesempatan untuk berkontribusi pada green job adalah salah satu jawabannya,” jelas Daniel Sibbald.
CEO & Co-Founder Rekosistem Ernest C Layman mengutip riset WeForum di 2019 memaparkan, Indonesia saat ini masih menjadi penyumbang limbah makanan dan plastik terbesar kedua di dunia.
Sehingga, pemerintah kini ambisius untuk membenahi pengelolaan sampah, mengurangi produksi sampah hingga 30 persen di 2025, mengaplikasikan sistem keuangan berkelanjutan, serta mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) dalam memerangi perubahan iklim.
Baca juga: Akselerasi Green Port di Terminal Multipurpose Labuan Bajo Melalui Technology Leadership
“Demi mendukung target ini, Rekosistem telah melakukan berbagai upaya melalui strategi keberlanjutan dan inovasi teknologi bagi ekosistem limbah dari hulu ke hilir, yang tentunya membutuhkan kerjasama dari seluruh pihak, terutama generasi muda," ujar Ernest.
Namun, sebagai aktor perubahan, perlu memiliki skill-set atau keterampilan yang perlu dikembangkan, seperti project management, kemampuan merangkai konsep, perencanaan, hingga eksekusi proyek, product management agar lebih memahami kebutuhan konsumen melalui produk yang ditawarkan, serta policy making sebagai pembuat kebijakan yang melibatkan keberlanjutan.