Indef: Strategi Bisnis Tepat, Pertamina Berpeluang Raih Laba di Akhir 2020
Dari sisi hulu, Abra juga menilai bahwa Pertamina bisa menjaga keseimbangan supply dan demand dan bahkan masih membutuhkan impor crude oil.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Malvyandie
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertamina berpeluang meraih keuntungan pada semester kedua 2020.
Sebab, di tengah pandemi Covid-19, kinerja BUMN energi itu memang terus meningkat, termasuk dari sisi efisiensi pengelolaan utang dan strategi bisnis yang tepat.
Demikian disampaikan peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra PG Talattov.
“Memang tidak mudah bagi industri minyak dan gas dunia saat pandemi, termasuk Pertamina. Tetapi melihat strategi bisnis Pertamina yang tepat, baik di sisi hilir maupun hulu, sangat masuk akal jika meraih laba pada semester kedua 2020 untuk menutup kerugian pada semester pertama,” kata Abra, Minggu (13/12/2020).
Baca juga: Pertamina Virtual Eco Run 2020, 3 Ribu Runner Donasi Rp 2,95 M untuk Kaum Difabel
Baca juga: Pengamat Apresiasi Langkah Strategis Pertamina Kembangkan Ekosistem Kendaraan Listrik
Pada sisi hilir, lanjut Abra, Pertamina berhasil memanfaatkan dengan baik geliat roda ekonomi. Karena pada masa PSBB Transisi misalnya, aktivitas masyarakat mulai berjalan, termasuk seluruh moda transportasi.
“Hal itu menjadi salah satu rasionalisasi, yang menyebabkan kinerja Pertamina pada semester kedua ini berpotensi membaik,” lanjut Abra.
Menurut Abra, indikator perbaikan kinerja sudah terlihat sejak awal semester. Pada awal Juli 2020 misalnya, volume penjualan bahan bakar minyak (BBM) sudah naik 5 persen dibandingkan Juni.
“Belum lagi bulan-bulan selanjutnya, seiring peningkatan penumpang pesawat, penambahan kendaraan, peningkatan pariwisata, dan juga okupansi hotel. Mobilitas masyarakat yang meningkat tersebut, turut mendorong peningkatan pendapatan Pertamina,” urainya.
Sementara di sisi hulu, juga dikaitkan dengan membaiknya harga minyak dunia pada semester kedua 2020.
Ditambah lagi dengan pemulihan ekonomi di berbagai negara, termasuk Korea, Jepang, dan Cina, serta sentimen vaksin yang mulai didistribusikan ke berbagai negara. Semua itu, menurut Abra, menjadi pemicu rebound harga minyak mentah.
“Dan itu pula yang menjadi salah satu faktor peningkatan kinerja di sektor hulu,” kata Abra.
Dari sisi hulu, Abra juga menilai bahwa Pertamina bisa menjaga keseimbangan supply dan demand dan bahkan masih membutuhkan impor crude oil.
Kondisi demikian, lanjut Abra, juga memicu BUMN tersebut untuk memperoleh pertumbuhan, karena antara biaya produksi dan pendapatan masih bisa dikompensasi.
“Belum lagi ditambah kontribusi dari sisi kilang, yang bisa menjadi penyangga untuk mendistribusikan BBM dalam negeri,” lanjut Abra.
Dari sana Abra menilai, efisiensi dan strategi bisnis yang tepat, menjadi kunci Pertamina dalam memanfaatkan geliat ekonomi. Artinya, meski saat ini pandemi belum pulih benar, namun Pertamina bisa memanfaatkan sentimen tersebut dengan sangat baik sehingga bisa mengoptimalkan raihan keuntungan. Dan jika proyeksi tersebut tercapai, semakin menunjukkan kinerja Pertamina.
Terlebih, Abra memperkirakan bahwa tidak semua industri migas dunia juga bisa meraih laba pada akhir semester 2020 ini.
“Pada hulu misalnya, tergantung dari tingkat produksinya juga. Karena ada juga industri migas yang karena produksinya besar maka terjadi over supply. Antara biaya investasi dan pendapatan tidak nutup. Sedangkan Pertamina bisa menjaga keseimbangan,” kata Abra.
Sebelumnya, meski sempat merugi pada semester pertama 2020, Pertamina memang memproyeksikan raupan laba pada semester kedua 2020. Pertamina memproyeksikan perolehan laba bersih di tahun 2020 sekitar 800 juta dolar AS.