Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

INDEF: Masalah Penghambat Komitmen Investasi Harus Diselesaikan Pemerintah

Ketika investasi, jangan hanya memindahkan pabrik, tapi bahan baku perlahan harus dari dalam negeri, tidak impor

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in INDEF: Masalah Penghambat Komitmen Investasi Harus Diselesaikan Pemerintah
tangkap layar
Ekonom INDEF, Enny Sri Hartati. 

Reyna Abdila/Tribunnews.com

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, pemerintah harus menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi penghambat investor dalam merealisasikan investasinya.

Menurutnya, ketika investor sudah menyatakan komitmen investasi artinya mereka memang sudah berniat berinvestasi di Indonesia.

Baca juga: Sri Mulyani Temui Jokowi Usai Dapat Vaksin, Laporkan Perkembangan Lembaga Pengelola Investasi

“Karena investasi ini sifatnya principal, maka yang menawarkan efisiensi itu yang akan dipilih. Misalnya Vietnam yang menawarkan efisiensi investasi di bidang otomotif sehingga pabrikan otomotif banyak membuat pabrik di sana,” kata Enny kepada wartawan, Minggu (24/1/2021).

Seharusnya, lanjut Enny, hal-hal seperti itu menjadi panduan bagi pemerintah dalam memberikan fasilitas investasi, tergantung pada sektornya.

Menurutnya, insentif saja belum menjadi daya tarik.

Untuk insentif penerima PPh Badan misalnya, beberapa negara dengan PPh Badan yang lebih tinggi dari Indonesia tetap menarik bagi investor.

Baca juga: UU Cipta Kerja, Pemerintah Singgung Insentif untuk Dorong Kawasan Ekonomi Khusus

Berita Rekomendasi

Karena itu dibutuhkan adanya pemetaan tingkat efektivitas dari sebuah kebijakan.

“Jadi perlu ada regulatory impact assessment (RIA)-nya. Ini kan banyak yang salah tembak,” katanya.

Pemetaan tersebut bertujuan untuk mengetahui apa yang sebenarnya dibutuhkan investor dan apa yang menjadi daya tarik bagi mereka.

Dengan demikian, pemerintah tidak membuang-buang insentif yang tidak tepat sasaran.

“Jadi intinya yang harus dilakukan pemerintah adalah fokus membuat yang namanya policy industry. Indonesia mau mengembangkan industri apa sebenarnya, yang masih kompetitif dan memiliki multiplier effect, nilai tambah dan sebagainya. Itulah yang mestinya ‘diguyur’ insentif habis-habisan,” katanya.

Baca juga: OJK Sebut Transaksi Investor Ritel Naik 4 Kali Lipat di Masa Pandemi Covid-19

Salah satu contohnya industri berbasis teknologi tinggi.

Apalagi investor di sektor tersebut sudah banyak yang menyatakan minat investasinya.

Sebut saja produsen mobil listrik hingga produsen baterai dari Amerika Serikat, Korea hingga Jepang.

"Ketika investasi, jangan hanya memindahkan pabrik, tapi bahan baku perlahan harus dari dalam negeri, tidak impor. Juga harus ada transfer teknologi," katanya.

Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, tahun ini BKPM memang akan mulai fokus pada investasi yang memiliki teknologi tinggi dan padat karya.

Baca juga: Kepala BKPM : Biaya Pungli Jadi Faktor Penghambat Pertumbuhan Ekonomi RI

Dengan fokus pada transformasi sektor yang memiliki teknologi tinggi tersebut, diharapkan dapat menaikkan nilai tambah melalui hilirisasi.

”Investor hanya perlu datang membawa modal dan teknologi. Lahan dan perizinan akan didukung penuh oleh pemerintah. Ini momentum untuk membangun industri-industri yang menciptakan nilai tambah,” kata Bahlil dalam acara 11th Kompas CEO Forum, Kamis (21/1/2021).

Bahlil mengakui, realisasi investasi saat ini belum optimal karena memang tidak mudah merealisasikan komitmen investasi meskipun investor telah berkomitmen.

Masih banyak kendala yang dihadapi di lapangan.

Mulai dari regulasi yang tumpang tindih hingga ego sektoral.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas