Jualan Pulsa dan Kartu Perdana Kena Pajak, Pembelinya Bagaimana?
Pasal 18 Ayat 1 menyebutkan atas penjualan pulsa dan kartu perdana oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 6 /PMK.03/2021 terkait kegiatan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas pulsa, kartu perdana, token, dan voucer.
Dalam beleid yang diterima, di Pasal 18 Ayat 1 menyebutkan atas penjualan pulsa dan kartu perdana oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua yang merupakan
pemungut PPh Pasal 22, dipungut PPh Pasal 22.
Ayat 2 adalah lemungut PPh melakukan pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sebesar 0,5 persen dari nilai yang ditagih oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya.
"Atau harga Jual, atas penjualan kepada pelanggan telekomunikasi secara langsung," tulis beleid Peraturan Menteri Keuangan yang dikutip, Jumat (29/1/2021).
Baca juga: Mulai 1 Februari Pemerintah Kenakan Pajak Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token dan Voucer
Baca juga: Urus Pajak Kendaraan Bermotor dari STNK Sampai Mutasi, Kini Bayarnya Bisa Lewat Aplikasi Ini
Kemudian ayat 3 yakni dalam hal wajib pajak yang dipungut PPh Pasal 22 tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemungutan lebih tinggi 100 persen dari tarif sebagaimana dimaksud pada ayat 2.
Ayat 4, pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat 2 bersifat tidak final dan dapat diperhitungkansebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi wajib
pajak yang dipungut.
Ayat 5, PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terutang pada saat diterimanya pembayaran, termasuk penerimaan deposit, oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua.
Ayat 6, pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 tidak dilakukan atas pembayaran oleh penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi.
"Jumlahnya paling banyak Rp 2 juta, tidak termasuk PPN dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp 2 juta," lanjut beleid tersebut.
Kemudian, yang merupakan wajib pajak bank atau telah memiliki dan menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dan telah terkonfirmasi ke benarannya dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.