RPP Pelayaran Dikhawatirkan Picu Persaingan Tidak Sehat
Jika praktek broker ini berlangsung dalam bisnis pelayaran bisa mematikan industri kapal dalam negeri
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kalangan pengamat mengkritik rencana pemerintah meluaskan kegiatan usaha pelayaran dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penyelenggaraan Pelayaran melalui keagenan (broker).
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, mengatakan bunyi pasal 44 dalam RPP sangat aneh, terutama yang mengatur soal agen umum dan pemilik kapal.
Menurut dia, ada yang tidak berimbang, namun bisnisnya disatukan dan dibolehkan untuk bersaing.
"Hal ini yang agak repot,” kata Agus Pambagio pada acara diskusi “Dampak Kebijakan Kelautan Kepada Industri Pelayaran Nasional,” yang diselenggarakan Kamis (4/2/2021).
Agus menjelaskan, keagenan dan kepemilikan kapal adalah dua sektor bisnis tidak imbang. Agen, kata dia, tidak perlu kapal hanya perlu kantor kecil. Sedangkan bisnis kapal harus memiliki kapal dan sumber daya manusia yang besar.
“Bagaimana kita bisa mengembangkan industri pelayaran, jika regulasinya tidak mendukung,” tuturnya.
Baca juga: DFW Indonesia : 22 Awak Kapal Perikanan Indonesia Meninggal di Kapal Ikan Tiongkok Sepanjang 2020
Agus menegaskan, kegiatan usaha keagenan hanya administrasi. Tapi dalam RPP yang akan dikeluarkan pemerintah agen malah ikut mencari muatan kapal. Karena bisa berubah menjadi seperti calo bagi kapal asing.
Jika praktek broker ini berlangsung dalam bisnis pelayaran, kata Agus, bisa mematikan industri kapal dalam negeri. Karena itu harus ada upaya untuk memperbaiki agar RPP kembali seperti dulu lagi, agen adalah agen, tidak boleh mencari muatan.
Pengamat industri pelayaran dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Tri Achmadi Ph.D menilai, rancangan beleid baru akan berdampak kepada bisnis yang tidak sehat dalam industri pelayaran. Karena menyatukan dua model bisnis yang entitasnya tidak sama.
Negara seharusnya melihat transportasi sebagai infrastruktur, oleh karena itu urusan peraturan dan kebijakan harus diatur, tidak bisa di free market.
Baca juga: Produk Elektrikal Rambah Pasar E-Commerce
“Fungsi infrastruktur tidak berubah menjadi fungsi pertarungan pasar, jangan sampai kebijakan yang dibuat tersebut membuat pasar semakin bebas tidak terkendali,” uarnya.
Dia menjelaskan, keagenan hanya beroritentasi mencari keuntungan. Fungsi angkutan laut sebagai penghubung/konektifitas antar kepulauan menjadi hilang.
Karena regulasi yang tidak mengikuti persyaratan-persyaratan persaingan usaha yang tidak sehat.