Korban Dugaan Penipuan Investasi Jiwasraya Minta Dipertemukan Langsung dengan Presiden
Ana, salah seorang korban kasus Jiwasraya mengeluh karena kompensasi yang diberikan tidak senilai dengan kerugian akibat korupsi Jiwasraya.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Kepala Staf Presiden, Moeldoko menyarankan agar kasus Jiwasraya diserahkan kepada Kementerian BUMN. Hal itu dikatakan Moeldoko saat warga korban korupsi asuransi Jiwasraya meminta bertemu Presiden Jokowi.
Dalam dialog virtual yang digelar Kantor Staf Presiden, Ana, salah seorang korban kasus Jiwasraya mengeluh karena kompensasi yang diberikan tidak senilai dengan kerugian akibat korupsi Jiwasraya.
Dia meminta untuk dipertemukan dengan Presiden.
"Mudah-mudahan diperkenankan waktu untuk audiens pak dari forum korban Jiwasraya untuk RI-1 (Jokowi), karena kondisinya ini menyangkut 5,3 juta rakyat indonesia yang terdzolimi atas opsi restrukturisasi Jiwasraya," kata Anna dalam dialog tersebut.
Baca juga: MAKI: Kejaksaan Harus Jerat Agen Nakal Jiwasraya
Mendengar permintaan tersebut, Moeldoko belum bisa mengakomodasinya. Alasannya, terdapat protokol yang ketat untuk audiensi dengan presiden.
Baca juga: Sosok Heru Hidayat, Bos TRAM yang Terlibat Skandal Korupsi Asabri dan Jiwasraya, 20 Kapalnya Disita
"(tapi) bukan berarti kita menghalangi atau membatasi presiden untuk bisa bertemu. tidak, tetapi di dalam suasana Covid-19 ini memang juga ada sebuah protokol yang lebih keras atau lebih ketat maksud saya."
"Kita agak membatasi presiden bisa berkomunikasi," kata Moeldoko.
Baca juga: Dua Terdakwa Korupsi Jiwasraya Diduga Juga Jadi Otak Kasus Korupsi di Asabri
Dia menyarankan agar korban Jiwasraya berkoordinasi langsung dengan Kementerian BUMN yang membawahi Jiwasraya.
Apabila tidak berhasil atau belum puas, maka KSP akan menjembatani pertemuan dengan Kementerian BUMN.
"Kita undang dari BUMN, baru kita diskusikan keluhan ibu-ibu, semuanya ada di mana atau keluhan dari anggota Jiwasraya itu ada di mana. Sehingga, nanti kita bisa mediasi antara ibu-ibu, bapak-bapak dan juga mesti membatasi jangan semuanya ke presiden karena presiden urusannya juga begitu banyak," pungkasnya.