Pengamat: Tesla Lihat Indonesia Pasar Besar untuk Kembangkan Sistem Penyimpanan Energi
Tesla berencana investasi ke Indonesia dengan masuk ke bisnis Energy Storage System (ESS) atau sistem penyimpanan energi berskala besar.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Produsen mobil listrik asal Amerika Serikat, Tesla berencana investasi ke Indonesia dengan masuk ke bisnis Energy Storage System (ESS) atau sistem penyimpanan energi berskala besar.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menuturkan, selama ini masyarakat menilai masuknya Tesla ke Indonesia untuk membangun pabrik mobil listrik.
Padahal, perusahaan besutan Elon Musk itu memiliki produk lain untuk dijual selain kendaraan, yaitu Powerwall dan Powerpack.
Baca juga: Produsen Mobil Listrik Tesla Tidak Berminat Masuk Bisnis Baterai Kendaraan Listrik
Baca juga: Tesla Beli Bitcoin Rp 21 Triliun, Harga Bitcoin Tembus Rp 650 Juta
"Tesla sudah masuk ke bisnis ESS, dia kan punya produk yang namanya Powerwall dan Powerpack. Powerwall itu sudah dijual di Amerika, Australia, dan Eropa, dan itu penyimpanan listrik untuk sekala kecil seperti rumah maupun usaha kecil," papar Fabby saat dihubungi, Jakarta, Jumat (12/2/2021).
Powerwall maupun Powerpack, kata Fabby, merupakan alat penyimpanan listrik yang dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTB).
"Dia juga punya solar roof yang memproduksi genteng atap tenaga matahari (PLTS atap), ini bisa membuat listrik dari matahari. Jadi kalau dia investasi di ESS, justru dia melihat pasar ESS di Indonesia cukup besar," tuturnya.
Oleh sebab itu, Fabby meyakini jika investasi Tesla dapat direalisasikan maka berdampak positif ke Indonesia, karena harga ESS di dalam negeri akan lebih terjangkau dan mendorong penggunaan energi baru terbarukan (EBT).
"Jadi dari teknologi (ESS) bisa menggantikan atau mensubsitusi Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) atau peaker yang dipakai pada saat malam hari, ketika permintaan listrik tinggi, baru dinyalakan itu pembangkit peaker dan biaya untuk peaker ini mahal," tutur Fabby.
Setelah mengembangkan ESS di dalam negeri, Fabby menyakini ke depannya Tesla masuk ke bisnis baterai untuk mobil listrik, karena ESS pada dasarnya merupakan baterai untuk penyimpanan listrik.
Apalagi, Indonesia memiliki bahan baku untuk membuat baterai seperti nikel, dan ada beberapa perusahaan asing ingin masuk ke sektor tersebut.
"Kalau dia liat potensi kendaraan listrik sudah besar, dia tinggal nambah kapasitas pabriknya, baterai mobil listrik dan bisa sinergi perusahaan yang sudah masuk ke Indonesia," ujar Fabby.
Diketahui, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) telah menerima proposal rencana investasi Tesla pada Kamis (4/2/2021).
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengungkapkan, salah satu bentuk kerjasama yang akan dilakukan dengan Tesla ialah membangun pabrik Energy Storage System (ESS), serupa dengan "powerbank" dalam kapasitas ekstra besar, yakni sampai 100 megawatt (MW).
Dengan kapasitas tersebut, ESS dapat menjadi stabilisator untuk menggantikan pembangkit listrik yang menopang beban puncak alias peaker.
"Dengan Tesla ada juga kerjasama di bidang ESS. Mirip powerbank tapi ekstra besar. Idenya kalau ESS bisa gantikan pembangkit peaker yang hanya digunakan ketika electricity demand jauh melebihi penggunaan listrik rata-rata," terang Seto dalam media conference yang digelar secara daring, Jumat (5/2/2021).