Kebijakan DP Persen Bank Indonesia Bawa Angin Segar untuk Sektor Properti
Saat ini kebutuhan perumahan masih didominasi oleh pembangunan sebesar 29 persen dan perbaikan rumah sebanyak 22,5 persen
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penurunan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps ke 3,50% yang dilakukan oleh Bank Indonesia menjadi angin segar bagi sektor properti Tanah Air.
Kebijakan tersebut turut didukung dengan pelonggaran berbagai jenis kredit, termasuk pembebasan uang muka atau DP 0 persen untuk pembelian properti.
Juga relaksasi rasio Loan to Value/Finance to Value (LTV/FTV) kini dapat dimaksimalkan hingga 100% untuk berbagai jenis properti, baik itu rumah tapak, apartemen, maupun rumah toko/rumah kantor.
Walaupun demikian, kebijakan baru ini hanya berlaku untuk bank yang memiliki rasio non-performing loan (NPL) di bawah 5 persen.
"Apabila syarat tersebut telah dipenuhi, maka konsumen dapat mengajukan KPR dengan DP 0 persen untuk rumah tipe kurang dari 21, tipe 21-70, dan tipe 70 ke atas," kata CEO 99 Group Indonesia, Chong Ming Hwee saat webinar Property Outlook 2021 yang diadakan Rumah123.com yang merupakan bagian dari 99 Group, Rabu (24/2/2021).
Baca juga: POPULER Internasional: Jepang Anggap Vaksin Sinovac Tak Dapat Dipercaya | Video Pendaratan di Mars
Sementara untuk bank yang memiliki rasio NPL di atas 5 persen, pembiayaan LTV/FTV yang dapat diberikan adalah maksimal 95 persen untuk tipe rumah 21-70 dan 70 ke atas.
Kebijakan baru ini mulai berlaku pada 1 Maret hingga 31 Desember 2021.
“Terkait dengan penurunan suku bunga dan kebijakan KPR DP 0 persen, ini tentu kembali ke perbankan untuk menyesuaikan dengan risk management-nya masing-masing. Sementara kalau kita lihat dari sisi konsumen, tidak sedikit yang lebih memilih DP besar saat membeli rumah agar cicilan bulanannya lebih ringan. Untuk mengetahui dampak dari kebijakan ini, kita perlu tunggu saat tanggal berlakunya pada 1 Maret nanti.
Kami berharap dengan berbagai kebijakan dari pemerintah, serta proses vaksinasi yang sedang berjalan saat ini, perekonomian Indonesia dapat segera pulih, khususnya di sektor properti” jelas Ming.
Baca juga: Bank Mandiri dan IMBA Dukung BI Bangkitkan Industri Properti
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Eko D. Heripoerwanto mengatakan, saat ini kebutuhan perumahan masih didominasi oleh pembangunan sebesar 29 persen dan perbaikan rumah sebanyak 22.5 persen.
Untuk mendukung kebutuhan tersebut, pemerintah lewat Kementerian PUPR menargetkan bantuan pembiayaan perumahan 2021 dengan nilai Rp17 triliun, yang terdiri dari Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebesar Rp16.66 triliun dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) sebesar Rp8.7 miliar.
“Perbaikan dan perluasan skema FLPP dan BP2BT kami tujukan untuk mendorong pendanaan dari sisi suplai properti, khususnya untuk sektor informal,” kata Eko D. Heripoerwanto.
Fluktuasi Suplai dan Permintaan Properti yang Ditutup Rapor Positif
Berdasarkan data Tim 99 Group, tren suplai dan permintaan properti selama tahun 2020 mengalami fluktuasi yang cukup signifikan.
Dari segi suplai, data Tim 99 Group mencatat tren bulanan yang cukup stabil pada kuartal satu dan dua, dengan rata-rata listing aktif berada di angka 8 persen.
Pertumbuhan suplai listing tertinggi terjadi di bulan Juli sebesar 8,75 persen. Penurunan suplai listing yang cukup drastis terjadi dari bulan Agustus yang menukik ke 5.67 persen, hingga yang terendah pada Desember pada angka 3,82 persen.
Baca juga: DP 0 Persen Sektor Properti dan Kendaraan Berlaku Hingga Desember 2021, Akan Diperpanjang?
Sementara dari segi permintaan per bulan, periode kuartal awal antara Januari hingga April mencatat penurunan cukup signifikan dari 10 persen hingga hampir menyentuh angka 5 persen. Penurunan tersebut terjadi saat dimulainya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap awal.
Permintaan pasar kemudian meningkat menjadi 7.96 persen pada Mei hingga berhasil menembus 11.25 persen pada Juni. Peningkatan ini menjadi respons atas adaptasi yang dilakukan sektor properti dan pelonggaran PSBB. Angka permintaan sempat kembali mengalami penurunan ke 6.57 persen pada September. Walaupun demikian, hingga Desember, permintaan properti berhasil stabil di angka 8.46 persen, sehingga tahun 2020 dapat ditutup dengan rapor positif.