Kebijakan Relaksasi PPN Rumah di Bawah Rp 2 Miliar Dinilai Hambat Penjualan Properti Inden
CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda mengatakan, kebijakan ini hanya menguntungkan pengembang yang memiliki rumah ready stock.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Bambang Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah baru saja mengeluarkan kebijakan penghapusan PPN untuk rumah di bawah Rp 2 miliar dan pengurangan PPN untuk rumah Rp 2-5 miliar yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21/PMK/010/2021.
CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda mengatakan, kebijakan ini hanya menguntungkan pengembang yang memiliki rumah ready stock.
Selain itu kebijakan ini tidak dapat mengangkat potensi daya beli masyarakat lain yang ingin membeli properti secara inden.
Baca juga: Disuntik Diskon PPN, Harga Rumah di Bawah Rp 2 Miliar Bisa Turun 10 Persen
“Pemerintah diharapkan dapat lebih memahami kondisi di lapangan, dan tidak dibatasi aturan harus terbangun sampai 31 Agustus 2021," jelas Ali dalam keterangannya, (1/3/2021).
"Karena ini dikhawatirkan menjadikan aturan ini tidak akan berjalan lancar ke depan dan hanya dinikmati oleh pengembang yang memiliki banyak rumah stock. Di sisi lain penjualan properti inden pasti malah akan tertahan,” jelas Ali.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan, aturan rumah siap huni ini agar stok rumah akan menurun atau permintaan meningkat sehingga memacu kembali pembelian rumah baru
Ali kembali menegaskan, jangan sampai seolah-olah pemerintah hanya memihak kelompok menengah, dimana penghapusan PPN pun sudah berlaku untuk rumah subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Baca juga: Honda akan Rilis Harga Baru Mobil Kena Insentif PPnBM Besok
Namun lebih lanjut Ali menjelaskan, hal ini tentunya berbeda dengan aturan penghapusan rumah FLPP karena tidak dibatasi periode 6 bulan.
Meskipun dampaknya luar biasa, namun tentunya hanya sebagian pengembang yang memiliki rumah stock yang diuntungkan.
Bila fokus pemerintah hanya untuk menghabiskan stok rumah, menurut Ali rasanya kurang tepat. Karena yang harus difokuskan pemerintah adalah potensi daya beli yang besar di masyarakat menengah untuk membeli rumah baru dan tidak dibatasi hanya untuk rumah ready stock.
“Kebijakan yang harusnya luar biasa ini menjadi kontra produktif karena ada aturan ready stock. Fokus pemerintah harusnya memperbesar pasar, bukan hanya untuk menghabiskan stok rumah," jelas Ali.
"Paling tidak ada patokan standar progres bangunan sampai batas akhir periode relaksasi, dan tidak harus ready stock,” pungkasnya.