Adaro Kembangkan Pembangkit Listrik Bertenaga Surya
Hendri menambahkan, PLTU tersebut menggunakan teknologi boiler ultra supercritical yang terbukti aman dan ramah lingkungan.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Adaro Indonesia sudah mulai mengembangkan proyek energi terbarukan untuk mencapai target pemerintah yakni energi baru terbarukan 31 persen pada 2030.
Direktur Pemasaran PT Adaro Indonesia Hendri Tan mengatakan pihaknya mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya.
Salah satunya di wilayah Kalimantan Selatan. Adaro juga mendukung penggunaan energi yang ramah lingkungan.
Baca juga: Jasa Tirta Energi Bangun PLTS di Bangka Tengah
“Jadi ada beberapa wilayah yang kami explore, saat ini penerapannya di beberapa daerah sudah berjalan. Kami juga mempunyai pembangkit listrik tenaga uap yaitu Bimasena Power Indonesia. Ini merupakan salah satu PLTU terbesar di Asia Tenggara,” kata Hendri dalam webinar Future Energy Tech and Innovation Forum yang diselenggaraka Katadata pada sesi The Future of Coal?, Senin (8/3/2021).
Hendri menambahkan, PLTU tersebut menggunakan teknologi boiler ultra supercritical yang terbukti aman dan ramah lingkungan.
PT Adaro Indonesia juga mengekspor batu bara yang lebih ramah lingkungan.
Selama 20 tahun terakhir, kata Hendri, PT Adaro Indonesia mengekspor environmental friendly coal ke sejumlah negara.
“Batubara ini lebih ramah lingkungan karena kandungan polutannya rendah, sulfur rendah dan juga abu rendah. Ini yang menjadi alasan batubara produksi Adaro itu disukai oleh pembeli. Selama ini negara yang rutin membeli batubara ramah lingkungan itu adalah Jepang dan Hongkong,” jelas Hendri.
Baca juga: Apa Itu Energi Alternatif? Ini Pengertian dan Jenis-Jenisnya: Ada PLTA, PLTB dan PLTS
Hendri mengungkapkan, batubara akan tetap menjadi sumber energi yang diperlukan meski mulai dikembangkan energi terbarukan.
Karena, saat ini energi terbarukan belum kompetitif dari segi komersial.
Hendri menekankan bahwa perlu waktu 10-20 tahun agar harga energi terbarukan bisa kompetitif.
Itu karena batubara akan tetap memegang peranan penting dan dibutuhkan di masa yang akan datang.
Berdasarkan data dari WoodmacKenzie batubara masih menjadi sumber energi yang ekonomis.
Pada 2030, menurut laporan itu, harga batubara akan lebih murah dibandingkan gas dan setara dengan angin. Hanya solar yang lebih murah dibandingkan harga batubara.
Hendri menambahkan, konsumsi enerfgi pada 2020 turun karena pandemi.
Namun, sejumlah kalangan memrediksi pada 2021 konsumsi energi akan kembali naik seiring dengan mulai pulihnya sektor industri di sejumalh negara.
“Secara fundamental jangka panjang, batubara masih dibutuhkan khususnya negara di Asia Selatan dan juga negara berkembang di Asia Tenggara. Permintaan batubara di China contohnya meningkat pada 2016-2020. Ini membuktikan bahwa batubara tetap dibutuhkan untuk mendukung sektor industri dan pertumbuhan negara tersebut,” pungkasnya.