Cerita Dubes Tantowi Yahya tentang Kontribusi Koperasi Menopang Perekonomian New Zealand
Tantowi Yahya mengatakan perekonomian Selandia Baru selama ini ditopang oleh koperasi, bukan praktik konglomerasi.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Duta Besar Indonesia (Dubes) untuk Selandia Baru dan negara kawasan Pasifik Tantowi Yahya membeberkan temuannya tentang peran koperasi yang selama ini menjadi penopang utama perekonomian Selandia Baru.
Tantowi Yahya mengatakan perekonomian Selandia Baru selama ini ditopang oleh koperasi, bukan praktik konglomerasi.
Sehingga, hampir semua produk di Selandia Baru diatur oleh sistim koperasi. Salah satu contohnya susu.
“Susu dijual ke dunia oleh sebuah koperasi yang bernama Fonterra. Fonterra punya pabrik di Cikarang, Indonesia. Itu bukan perusahaan, itu koperasi,” kata Dubes RI dalam sesi wawancara khusus dengan Tribunnews, Selasa (9/3/2021).
Baca juga: Pemerintah New Zealand Izinkan Masuk 1.000 Mahasiswa Internasional untuk Tuntaskan Pendidikan
Dubes RI berujar, Fonterra sendiri mengelola ribuan peternak di Selandia Baru dan melakukan ekspansi maupun ekspor susu dan dairy product Selandia Baru ke seluruh dunia.
Baca juga: Pemerintah New Zealand dan NCUK Resmikan Program Pra Kuliah di Indonesia
Sama seperti susu, produk-produk lainnya di Selandia Baru juga dijual melalui koperasi, sehingga hampir semua pengusaha di Selandia Baru merupakan anggota koperasi.
“Pengusaha disini, dalam artian peternak, petani dan seterusnya itu adalah anggota koperasi,” kata Dubes RI.
“Jadi disini tidak ada orang kaya. Jadi kalau ditanya siapa orang paling kaya di Selandia Baru, saya hanya bisa menjawab satu orang, Peter Jackson, produsernya Lord of the Ring,” katanya.
Dubes Tantowi berujar, Selandia Baru memiliki sistem egaliter, dimana ekonominya dijalankan secara koperasi.
Dalam urusan investasi, koperasi di Selandia Baru sangat berhati-hati karena uang yang dimiliki bukan milik perseorangan, namun juga milik anggota dari koperasi.
Sehingga, koperasi Selandia Baru tidak mau sembarangan berinvestasi jika nilai ekonominya tidak terlalu signifikan. Investasi koperasi Selandia Baru pun kebanyakan dilakukan dalam jangka waktu tertentu.
“Jadi tidak mungkin mereka mengambil resiko, ketika yang diinvestasikan adalah uang para anggota. Karena ini uang para anggota, maka koperasi-koperasi itu bukan tidak mau berinvestasi, mereka mau berinvestasi tapi rata-rata short term (investasi jangka pendek),” ujarnya.
Fonterra sendiri berani berinvestasi di Indonesia, karena tahu lebih dari 80 persen konsumsi susu dan dairy product masyarakat Indonesia berasal dari Selandia baru.
Sehingga menurut koperasi Selandia Baru mendirikan pabrik di Indonesia merupakan sebuah investasi yang menguntungkan.
“Ada beberapa investor lain, salah satunya di bidang pengelolaan kayu, namun kecil (investasinya). Jadi tidak terlalu signifikan dari sisi jumlah,” kata Dubes RI.