Menristek: Keputusan RI Larang Ekspor Nikel Mentah Tepat
Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala BRIN, Bambang Brodjonegoro menyebut keputusan Indonesia melarang ekspor nikel mentah
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –- Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala BRIN, Bambang Brodjonegoro menyebut keputusan Indonesia melarang ekspor nikel mentah atau bijih nikel dinilai tepat.
Karena menurutnya nikel lebih bagus bagus diolah dulu menjadi feronikel sebelum diekspor, kemudian bisa juga dibuat stainless steel.
“Negara kita kalo mau ekonominya kuat, harus kuat di industri baja, metal, kemudian di industri petrokimia, serta industri kimia dasar.
Baca juga: Indonesia Siap Ladeni Gugatan Uni Eropa Soal Larangan Ekspor Bijih Nikel
Artinya petrokimia yang terkait dengan minyak dan kimia dasar,” kata Menristek Bambang saat melakukan wawancara dengan Direktur Pemberitaan Tribun, Febby Mahendra Putra, Selasa (23/3/2021).
Indonesia terkenal sebagai eksportir nikel terbesar di dunia. Sejak 1 Januari 2020 pemerintah Indonesia memberlakukan larangan ekspor bijih nikel.
Dalam forum penyelesaian sengketa perdagangan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Indonesia tetap mempertahankan posisinya dalam hal larangan ekspor nikel mentah.
Baca juga: Produksi Nikel Melimpah, Pemerintah Dorong Industri Baterai Lithium untuk Kendaraan Listrik
Alasan Menteri Bambang setuju dengan larangan tersebut karena sudah saatnya Indonesia menjadikan riset dan inovasi menjadi sesuatu yang dapat meningkatkan nilai tambah sumber daya alam (SDA) Indonesia.
Nikel itu sendiri, jika RI bisa mengoptimalkan pengolahannya untuk menjadi barang dengan nilai tambah akan sangat besar manfaatnya bagi perekonomian.
“Untuk waktu yang lama, kita tidak pernah punya stainless steel, untuk membuat sendok, panci dan segala macam,” ujarnya.
Termasuk pengolahan produk-produk pertanian, seperti sawit, kakao, kopi dan lainnya.
Baca juga: Hilirisasi Nikel, WIKA-CNI Kolaborasi Bangun Industri Smelter di Kolaka
Dengan riset dan inovasi RI dapat memberikan nilai tambah bagi dari produk-produk pertanian tersebut.
“Untuk produk pertanian juga, turunannya sawit, kakao, kopi dan segala macam. Jadi segala sesuatu harus kita optimalkan nilai tambahnya supaya mayoritas manfaat jatuhnya di Indonesia,” ujarnya.
Menteri Bambang mencontohkan pengolahan Kakao. Indonesia salah satu penghasil Kakao terbesar di dunia di bawah Pantai Gading dan Ghana.