Greenpeace Indonesia: Tragedi Kilang Balongan Jadi Catatan Merah Bahayanya Energi Ekstraktif
kebakaran di Kilang Pertamina Balongan, menambah deretan kisah tragis kecelakaan dan bencana yang disebabkan energi ekstraktif.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak menyampaikan insiden kebakaran di Kilang Pertamina Balongan, Indramayu, Jawa Barat, menambah deretan kisah tragis kecelakaan dan bencana yang disebabkan energi ekstraktif.
Sebelumnya pada 2019 tumpahan minyak mentah dari operasi PT Pertamina Hulu Energi terjadi di lepas pantai Karawang, Jawa Barat, yang menghancurkan kehidupan perekonomian masyarakat dan ekosistem darat serta perairan sekitar.
Baca juga: Melihat Profil Kilang Minyak Pertamina Balongan yang Terbakar, Apa Fungsi dan Kegiatan Bisnisnya?
Kemudian menyusul kejadian kebakaran di Kilang Pertamina di Balikpapan.
“Kebakaran di Kilang Pertamina Balongan tentunya akan berdampak buruk bagi kondisi lingkungan dan masyarakat sekitar. Berbagai polutan berbahaya yang timbul dari kebakaran tidak hanya akan mencemari udara sekitar kilang, tetapi bisa terbawa jauh tergantung pada arah dan kecepatan angin," ucap Leonard, Senin (29/3/2021).
Baca juga: Kilang Minyak Balongan Terbakar, Legislator PKS Minta Pertamina Evaluasi Sistem Keamanan Kerja
Dia menekankan agar Pertamina melakukan langkah mitigasi yang menyeluruh terhadap berbagai risiko kebakaran kilang, termasuk dampaknya bagi perekonomian dan kehidupan masyarakat sekitar.
“Berkaca pada kerugian di berbagai kejadian sebelumnya, tentunya kita tidak ingin deretan bencana yang ditimbulkan oleh sektor industri ekstraktif (minyak bumi, batu bara) ini terus berlanjut. Ketergantungan kita terhadap energi ekstraktif harus segera dipangkas," ucapnya.
Baca juga: Kilang Pertamina di Balongan Terbakar, Bandara Soekarno Hatta Pasok Avtur ke Dua Bandara Ini
Bauran energi nasional harus memberikan porsi terbesar bagi energi terbarukan seperti surya dan bayu (angin).
Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim (LTS-LCCR) Indonesia harus memberikan arah kebijakan konkrit untuk mewujudkan bauran energi tersebut.
"Pemerintah harus melakukan revisi target penurunan emisi ke arah yang lebih ambisius. Bila hanya keuntungan semata yang diprioritaskan, maka keberlangsungan alam dan kehidupan manusia akan rusak," imbuhnya.
Greenpeace mendesak pemerintah agar menetapkan peraturan yang lebih ketat untuk industri perminyakan agar lebih aman dan lebih bertanggung jawab atas kerusakan yang dilakukan.