PLN Siap Kelola Pasokan Listrik di Blok Rokan
Sesuai Kepmen No 634, tidak ada Badan Usaha selain PLN yang berhak untuk melakukan kegiatan usaha Penyediaan Listrik di Blok Rokan
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kegiatan usaha penyediaan listrik di Blok Rokan, Riau setelah berakhirnya kontrak PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) pada awal Agustus 2021 harus dilakukan oleh PT PLN (Persero).
Karena itu, CPI harus berkomunikasi dengan PLN selaku pemegang mandat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 634 12/20/600.3/2011, apalagi PLN juga telah menandatangani Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik dan Uap (PJBTLU) dengan Pertamina.
“Sesuai Kepmen No 634, tidak ada Badan Usaha selain PLN yang berhak atau berwenang untuk melakukan kegiatan usaha Penyediaan Listrik di Blok Rokan," ujar Direktur Niaga dan Layanan Pelanggan PLN Bob Saril, saat berbicara pada webinar bertajuk “Pengamanan Aset Negara dan Keberlanjutan Pasokan Listrik di Blok Rokan”, Kamis (8/4/2021).
Baca juga: Pengamat: Proses Transisi Pengelolaan Blok Rokan Harus Mulus Agar Tak Timbulkan Masalah
Menurut Bob penyediaan tenaga listrik adalah sangat penting dalam mendukung efisiensi dan kecukupan listrik secara nasional, setiap badan usaha yang hendak turut serta dalam usaha penyediaan tenaga listrik sebaiknya selalu berdasarkan kerja sama dengan PLN sebagai penyedia tenaga listrik di seluruh wilayah Indonesia.
“Bagi PLN melistriki Blok Rokan bukan tentang keuntungan melainkan tentang menjalankan tugas nasional,” katanya.
Baca juga: Pengamat: Skema Tender untuk Listrik Blok Rokan Kurang Tepat
Mayoritas pasokan listrik di Blok Rokan berasal dari PLTGU yang dikelola PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) yang mayoritas sahamnya dimiliki Chevron Standar Ltd (CSL).
Perjanjian listrik dan uap Chevron dengan MCTN yang sahamnya mayoritas dimiliki CSL sebagai satu grup Holding Chevron, dituangkan dalam bentuk Energy Service Agreement (ESA) dengan pembayaran pengembalian investasi dalam bentuk Capacity Fee.
Masa kontrak mulai 2000 hingga 8 Agustus 2021, yang diperkirakan penerimaannya telah melebihi pengembalian investasi sehingga kepentingan pemegang saham sudah terpenuhi selama ini.
Bob menjelaskan, setelah berakhir masa kontrak pengelolaan Blok Rokan oleh CPI, ESA antara CPI dan MCTN juga berakhir. CSL sebagai pemegang saham mayoritas MCTN sepantasnya tidak melakukan bidding terbuka penjualan saham MCTN dengan menggunakan jasa konsultan keuangan JP Morgan.
Karena pengelolaan Blok Rokan oleh CPI berakhir pada Agustus 2021, lanjut Bob, CSL selaku pemilik saham mayoritas MCTN yang Perjanjiannya dengan CPI juga berakhir pada Agustus 2021 seharusnya melakukan komunikasi yang kondusif dengan penyedia listrik dan uap yang sudah ditunjuk oleh Pertamina dalam penyediaan listrik dan uap yang andal dan efisien untuk jangka panjang seiring dengan pengelolaan Blok Rokan yang beralih ke Pertamina mulai 9 Agustus 2021.
Bob menyebutkan, PLN siap menjalankan amanah penting untuk mendukung pengelolaan Blok Rokan oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), anak usaha PT Pertamina Hulu Energi, berproduksi dan menghasilkan sebesar-besarnya bagi negara. PLN juga siap secara business to business negosiasi dengan Chveron terkait pembangkit di Blok Rokan.
“Masalah B2B, yes we do, tentu saja ini harus dilandasi dengan fairness. Yang ditawarkan itu harus sesuatu yang wajar,” tegas Bob.
Menurut dia, PLN sanggup mengelola pembangkit CSL di Rokan. Apalagi PLN terbiasa menggunakan teknologi apapun untuk pembangkit.
“Seperti PLTGU di Tanjung Priok dan Muara Karang, itu mesinnya sama seperti di Rokan,” katanya.
Wakil Kepala SKK Migas Fataryani Abdurahman, mengatakan SKK Migas telah mengirimkan surat ke Chevron perihal ke pembangkit di Rokan.
“Kami bilang bahwa keuntungannya sudah banyak, selama 20 tahun kalian (CPI) sudah dapat. Tapi kadang-kadang kita lupa bahwa mereka juga me-maintenance,” kata dia.
Menurut Fatar, listrik adalah tulang punggung backbone operasi yang ada di Blok Rokan. Karena PLTGU itu di desain pada dekade 90-an untuk melaksanakan teknologi steamflood Enhanced Oil Recovery (EOR) yang membutuhkan pasokan listrik besar.
“Pembangkit tersebut dibangun di tanah milik negara dulu perjanjiannya oleh pihak ketiga. Investasi pembangunan pembangkit oleh pihak ketiga mencapai 150 juta dolar AS,” katanya.
Kasubdit Kekayaan Negara Lain-Lain Ditjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Afwan Fauzi, mengatakan aset hulu migas secara keseluruhan memang cukup besar, dan CPI menguasai 20 persen di antaranya.
Dalam penyerahan aset CPI ke pemerintah pada 2020, DJKN mulai melakukan proses administrasi dan menghimpun berbagai info untuk menjadi bahan evaluasi Kemenkeu dan SKK Migas. Karena dalam konsep PMK 140 memang beda dari sebelumnya, sebelumnya aset kontraktor itu berakhir sepenuhnya.
“Di PMK baru ini aset mana saja yang bisa diserahkan ke PHR. Jadi sejak awal PHR bisa diberikan aset-aset yang dibutuhkan,” kata Afwan.
Menurut Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis PT Pertamina Hulu Energi, induk usaha PT Pertamna Hulu Rokan John Simamora, pihaknya sudah merasa tepat mempercayakan pasokan listrik Blok Rokan ke PLN.
Terlebih Pertamina dan PLN diinformasikan Pertamina dan PLN telah menandatangani Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik dan Uap (SPJBTLU) pada tanggal 1 Februari 2021. Pihaknya sudah merasa tepat mempercayakan pasokan listrik Blok Rokan ke PLN.
John menambahkan Pertamina akan bekerja keras untuk melakukan proses transisi Blok Rokan, apalagi Rokan merupakan blok alih kelola yang paling besar.
“Kami sudah ada pengalaman. Ini contoh baik bagaimana ekosistem BUMN saling bekerja sama dengan baik, sinergi BUMN untuk menciptakan nilai paling maksimal untuk negara,” tegas John.