IESR: Penerapan Energi Terbarukan Bisa Ciptakan 3,2 Juta Pekerjaan Baru
IESR mendorong pemerintah secara bertahap melakukan transisi ke energi terbarukan, dan meninggalkan energi fosil.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemerintah secara bertahap melakukan transisi ke energi terbarukan, dan meninggalkan energi fosil.
Direktur IESR Fabby Tumiwa mengatakan, salah satu manfaat jika menggunakan energi terbarukan di semua sektor secara 100 persen, yaitu munculnya lapangan kerja baru yang lebih ramah lingkungan.
"Kami hitung, kalau sudah gunakan 100 persen energi terbarukan, maka akan tercipta 3,2 juta lapangan kerja baru, sementara 106 ribu pekerjaan yang hilang karena industri barubara yang tutup," papar Fabby secara virtual, Selasa (27/4/2021).
Baca juga: Kementerian ESDM Maksimalkan Potensi Energi Baru Terbarukan dengan Kerja Sama Lintas Sektor
Selain itu, kata Fabby, penerapan energi terbarukan juga menciptakan energi yang lebih bersih untuk lingkungan, dan turut menghasilkan efisiensi dan sifat produktif.
"Menggunakan energi terbarukan untuk semua sektor akan meningkatkan efisiensi energi, yang berarti membutuhkan lebih sedikit energi," tuturnya.
Baca juga: Pengembangan Energi Baru Terbarukan Butuh Insentif dari Pemerintah
Sebelumnya, Fabby menyebut seluruh negara pada saat ini dihadapkan dengan kondisi krisis iklim, padahal di dalam Perjanjian Paris atau Paris Agreement telah disepakati temperatur global dibatasi di bawah 2 derajat celcius.
"Kalau kita ingin membatasi temperatur di bawah 2 derajat, maka dua per tiga dari bahan bakar fosil atau sumber daya energi fosil yang kita punya tidak bisa dibakar atau dipakai," ucapnya.
Ia menyebut, langkah mengurangi dan akhirnya tanpa energi fosil, merupakan sebuah keharusan semua negara kalau ingin menyelamatkan bumi dan masa depan generasi penerus.
"International Energy Agency (IEA) mengeluarkan sebuah laporan, untuk mencapai nol emisi pada 2050, maka seluruh PLTU tidak boleh lagi beroperasi pada 2030," tuturnya.
"Kita punya waktu yang sangat pendek untuk lakukan transformasi. Transisi ini memerlukan persiapan," sambung Fabby.