Garuda Tawarkan Pensiun Dini dan Pangkas Operasional, Analis: Tak Ada Pilihan Lain di saat Pandemi
Garuda Indonesia (GIAA) menjalankan dua langkah dalam menekan biaya operasionalnya untuk bertahan di tengah pandemi Covid-19.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Garuda Indonesia (GIAA) menjalankan dua langkah dalam menekan biaya operasionalnya untuk bertahan di tengah pandemi Covid-19.
Dua langkah tersebut yakni menawarkan program pensiun dini dan akan memangkas operasional 50 persen pesawatnya.
Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan, industri penerbangan menjadi sektor yang sangat terdampak dari pandemi Covid-19.
Baca juga: Utang Garuda Sentuh Rp 70 Triliun, Arus Kas Negatif
Sehingga, kata Alfred, langkah yang wajar jika manajemen Garuda menjalankan dua langkah tersebut untuk menurunkan beban operasionalnya.
"Tidak ada pilihan, karena ekuitas mereka sudah negatif. Mereka butuh cashflow dan pertahankan cashflow mereka kurangi cost," kata Alfred saat dihubungi, Senin (24/5/2021).
Baca juga: Bisnis Garuda Remuk Terimbas Larangan Mudik Lebaran, Hanya 30 Penerbangan Per Hari
Jika Garuda disuntik modal oleh pemerintah, kata Alfred, hal tersebut akan menjadi sia-sia karena kondisi bisnis penerbangan masih akan tertekan akibat pandemi.
"Jadi meski sudah berjalan sekarang tapi kan tidak dengan kapasitas 100 persen, itu saja bisa dikatakan minus. Sehebat apapun manajemen, kalau kondisi seperti ini cukup berat," paparnya.
"Tidak ada pilihan lain, selain tekan biaya operasional sembari menunggu bisnis penerbangan berjalan baik meski sekarang lambat," sambung Alfred.
Baca juga: Garuda Indonesia Terlilit Utang Rp70 Triliun, Begini Kondisinya
Sementara terkait kinerja saham GIAA sepekan ke depan, Afred menyebut level support akan berada di Rp 276 dan resistance Rp 300 per saham.
"Untuk besok kemungkinan masih ARB (auto reject bawah)," ucapnya.
Sebelumnya, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) bakal merestrukturisasi bisnis sepenuhnya. Salah satunya dengan rencana mengurangi jumlah operasi pesawat yang dioperasikan sehingga dapat bertahan dari pandemi COVID-19.
Hal itu disampaikan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Irfan Setiaputra kepada staf dalam rapat internal.
"Kami harus melakukan restrukturisasi yang komprehensif menjadi satu. Kami memiliki 142 pesawat dan perhitungan awal kami tentang bagaimana kami melihat pemulihan ini telah berjalan, dan kami akan beroperasi dengan jumlah pesawat tidak lebih dari 70,"ujar Irvan saat rapat dengan staf pada 19 Mei 2021, berdasarkan rekaman yang didengar oleh Bloomberg, dilansir dari laman The Star, Senin (24/5/2021).
Pernyataan tersebut merujuk pada maskapai Garuda Indonesia, dan tidak termasuk Citilink. Garuda Indonesia sudah beroperasi dengan kapasitas berkurang hanya 41 pesawat. Irfan menuturkan, pihaknya belum dapat menerbangkan pesawat lainnya karena belum membayar kepada lessor selama berbulan-bulan.
Selain itu, Irfan juga mengatakan, Garuda Indonesia memiliki utang sekitar Rp 70 triliun atau USD 4,9 miliar. Utang tersebut meningkat lebih dari Rp 1 triliun setiap bulan karena terus menunda pembayaran kepada pemasok.
Perusahaan memiliki arus kas negatif dan ekuitas minus Rp 41 triliun.Irfan pun enggan berkomentar saat dihubungi Bloomberg terkait hal tersebut.
Di sisi lain, Garuda Indonesia sedang dalam tahap awal untuk menawarkan program pensiun dini bagi karyawan sebagai bagian dari langkah pemangkasan biaya. Grup tersebut memiliki 15.368 karyawan dan operasikan 210 pesawat pada September 2020.