Ini Langkah PLN Turunkan Beban Utang yang Capai Rp 649 Triliun
Penerbitan Global Medium Term Notes (GMTN) sebesar 1,5 miliar dolar AS pada Juni 2020, dengan tingkat bunga lebih rendah
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT PLN (Persero) memastikan pengelolaan utang yang dimiliki perseroan pada 2020 sebesar Rp 649,2 triliun dilakukan secara hati-hati atau pruden.
PLN pun mengklaim pada tahun lalu berhasil menurunkan rasio utang kena bunga menjadi Rp 452,4 triliun, karena aksi korporasi perseroan berupa pelunasan pinjaman sebelum jatuh tempo sekitar Rp30 triliun setelah diperoleh kompensasi.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PLN, Sinthya Roesly menjelaskan, pelunasan pinjaman sebelum jatuh tempo tersebut dilakukan setelah diterimanya piutang kompensasi dari pemerintah untuk 2018 dan 2019 sebesar Rp45,4 triliun.
Baca juga: PLN Luncurkan Layanan Internet Iconnet, Pesaing Berat IndiHome
Baca juga: PLN UIP JBB Bantu Warga Sekitar Proyek SUTET 500kV Bekasi – Muara Tawar
Baca juga: Cara Dapat Bantuan Token Listrik PLN Bulan Mei 2021, Simak di Sini
Kemudian, penerbitan Global Medium Term Notes (GMTN) sebesar 1,5 miliar dolar AS pada Juni 2020, dengan tingkat bunga lebih rendah dan tenor lebih panjang dibanding pinjaman sebelumnya.
Penerbitan GMTN 2020 dengan tingkat bunga jauh lebih murah dan kompresi harga dari indikatif awal sekitar 0.7 persen, dan memperoleh penawaran oversub dari para investor global.
“Ini merupakan rangkaian upaya liability management untuk menurunkan beban cashflow pinjaman dalam jangka panjang, serta upaya perbaikan cashflow terutama 5 tahun ke depan, penurunan beban bunga pinjaman, dan untuk mengendalikan biaya pokok penyediaan listrik dan subsidi seiring dengan turunnya beban bunga pinjaman,” tutur Sinthya, Selasa (1/6/2021).
Selain itu, langkah ini juga dilakukan untuk menurunkan kewajiban pinjaman melalui pelunasan atas pinjaman-pinjaman dengan tingkat bunga tinggi, sehingga beban keuangan perseroan menjadi lebih efisien.
Dengan pelunasan pinjaman di luar jadwal pembayaran sekitar Rp30 triliun tersebut, akan memperbaiki Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) bagi PLN.
Dengan adanya upaya-upaya tersebut, maka rasio leverage perseroan menjadi lebih baik dibanding tahun lalu.
Menurutnya, PLN secara berkelanjutan melakukan perbaikan dan pembenahan internal dengan potensi efisiensi, melalui strategi oportunistik yaitu perolehan pinjaman baru dengan tingkat biaya pinjaman yang jauh lebih murah, dan tenor lebih panjang dengan memanfaatkan kondisi pasar lokal dan global secara berkelanjutan.
“Di masa pandemi dan krisis global saat ini, kami memanfaatkan momentum tersebut untuk melakukan berbagai efisiensi biaya, perbaikan proses bisnis, dibarengi upaya untuk melakukan berbagai langkah untuk mencari dana murah serta menurunkan cost of fund,” papar Sinthya.
Disamping melakukan voluntary prepayment, sepanjang 2020 PLN juga melakukan diversifikasi pinjaman untuk mendapatkan cost of fund yang paling optimal, serta melakukan pengelolaan risiko keuangan melalui aktifitas lindung nilai (hedging) sesuai panduan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Di sisi pengelolaan keuangan, pada 2020, melalui Program Transformasi, dimana PLN membangun Cash War Room yang dikelola secara prudent dan dimonitor on daily basis, berfokus pada pengendalian likuiditas melalui berbagai inisiatif yang dijalankan di perusahaan.
“Kesuksesan ini kami tindak lanjuti dengan pengembangan Cash War Room 2.0. Implementasi Cash War Room 2.0 ini merupakan salah satu komitmen tinggi bagi manajemen PLN untuk melakukan transformasi, agar PLN lebih agile, adaptif, antisipatif, inovatif dan kolaboratif dalam rangka menjadikan PLN sebagai perusahaan yang siap bertransformasi menjadi Perusahaan yang menang dalam persaingan dan sustainable dalam bisnis dan finansialnya,” pungkas Sinthya.