Baru Dibayarkan 30 Persen, Mantan Karyawan Merpati Airlines Tagih Pelunasan Pesangon
Mantan karyawan PT Merpati Nusantara Airlines atau MNA, mempertanyakan pelunasan hak normatif oleh perusahaan
Penulis: Hari Darmawan
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hari Darmawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan karyawan PT Merpati Nusantara Airlines atau MNA, mempertanyakan pelunasan hak normatif oleh perusahaan yang hingga saat ini belum dibayarkan.
Ketua Paguyuban Pilot Eks Merpati (PPEM) Anthony Ajawaila mengatakan Anthony Ajawaila menjelaskan, pihaknya masih menunggu pelunasan hak normatif berupa pesangon dari perusahaan yang saat ini belum diterima oleh mantan karyawan Merpati Airlines.
Baca juga: Bekas Karyawan Merpati Airlines Bikin Surat Terbuka, Tagih Sisa Pembayaran Pesangon ke Jokowi
"Hak pesangon yang baru dibayarkan oleh perusahaan kepada mantan karyawan Merpati Airlines baru 30 persen, dan dijanjikan akan dilunasi pada Desember 2018," kata Anthony kepada Media, Kamis (24/6/2021).
Menurut Anthony, pada 1 Februari 2014 PT MNA berhenti beroperasi dan menyebabkan adanya penundaan hak-hak normatif 1.233 pegawai.
Baca juga: Pimpinan Komisi VI DPR Minta Dirut Garuda Jadi Raja Tega Agar Tak Senasib Merpati
Kemudian pada 22 Februari 2016, perusahaan mengeluarkan Surat Pengakuan Utang (SPU) dengan memberikan sebagian hak-hak normatif pegawai sebesar 30 persen dan dijanjikan penyelesaiannya pada Desember 2018.
"Namun kenyataannya, SPU berubah menjadi Penundaan Kewajiban Penyelesaian Utang (PKPU) pada 14 November 2018 di Pengadilan Niaga Surabaya dengan syarat PT MNA harus beroperasi untuk menyelesaikan hak-hak pegawainya," kata Anthony.
Terkait hal itu, Anthony beranggapan, menunggu beroperasinya PT MNA kembali itu menjadi hal yang sangat sulit bahkan bisa jadi hal yang tidak mungkin dan ditambah lagi adanya pemberitaan dari Kementerian BUMN pada Mei 2021 yang berencana menutup beberapa perusahaan salah satunya MNA.
Ia menjelaskan, total sisa hak pesangon 1.233 karyawan mencapai Rp 318,17 miliar yang belum dibayarkan oleh perusahaan hingga saat ini.
"Maka dari itu, kami membuat surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo terkait masalah ini dan berharap dapat penyelesaian untuk hal ini," kata Anthony.