Jaga Keselamatan Konsumen Sekaligus Pacu Daya Saing, Kemenperin Gelar Bimtek Penerapan SNI
Pemberlakuan SNI secara wajib yang dilakukan oleh Menteri Perindustrian selain mempertimbangkan aspek keselamatan, keamanan
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri dalam negeri terus dipacu untuk meningkatkan daya saing, agar dapat berkompetisi di kancah global.
Untuk merealisasikan rencana tersebut, sejumlah upaya strategis dalam penguatan sistem manajemen mutu di sektor industri terus dilakukan, seperti penerapan Stansar Nasional Indonesia atau SNI.
"Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan salah satu instrumen untuk memacu daya saing industri sekaligus menjaga keselamatan konsumen," tutur Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada acara virtual Pembukaan Bimbingan Teknis Akbar untuk 2000 Peserta Industri, Kamis (24/6/2021).
Baca juga: Kemenperin Ungkap Masa Depan Kendaraan Listrik Tergantung Pada Inovasi Baterai
Penerapan SNI di bidang industri, baik secara sukarela maupun yang diberlakukan secara wajib, dilakukan melalui sertifikasi, yaitu rangkaian kegiatan penilaian kesesuaian yang berkaitan dengan pemberian jaminan tertulis bahwa barang dan/atau jasa industri telah memenuhi SNI dan/atau Standardisasi Industri.
Baca juga: Kemenperin Didukung 9 Industri untuk Akselerasi Pertumbuhan Ekosistem Baterai Kendaraan Listrik
Pemberlakuan SNI secara wajib yang dilakukan oleh Menteri Perindustrian selain mempertimbangkan aspek keselamatan, keamanan, kesehatan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Selain itu juga mempertimbangkan aspek daya saing produsen nasional dalam persaingan usaha yang sehat, kemampuan dan kesiapan dunia usaha nasional, serta memperhatikan kepentingan nasional lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Oleh karena itu, pemberlakuan SNI secara wajib merupakan salah satu upaya pemerintah melalui dukungan regulasi untuk meningkatkan daya saing industri nasional dengan memproduksi barang subtitusi impor sehingga tercapai target subtitusi impor sebesar 35 persen pada tahun 2022," ungkap Agus.
Sampai saat ini, di sektor industri telah berlaku secara wajib 121 SNI produk industri dalam 357 pos tarif.
SNI ini mencakup sektor hasil perkebunan, agro, kimia hulu dan hilir, bahan galian non-logam, tekstil, alas kaki, permesinan, alat transportasi, elektronika, logam besi baja dan produk IKM seperti mainan dan korek api gas.
Sementara SNI bidang industri yang telah ditetapkan adalah sebanyak 5.062 atau 37 persen dari total jumlah SNI sebanyak 13.518.
Pemberlakuan SNI secara wajib juga didukung oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian yang ditunjuk oleh Menteri Perindustrian, yang terdiri dari 52 Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan 89 Laboratorium Penguji.
"Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa turunan UU Cipta Kerja tentang sektor Perindustrian telah disahkan, dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2021," ujar Menperin.
Pada PP tersebut, pemerintah melakukan reformasi kebijakan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan industri nasional, antara lain dengan menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi penanaman investasi dan berusaha.
"Tentunya sejalan dengan tekad pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan industri nasional yang berdaya saing global, kami memanfaatkan momen ini untuk meningkatkan kualitas manajemen industri dan kompetensi sumber daya manusia," ujar Agus.
Diharapkan dengan diadakannya Bimtek akbar ini, SDM industri dapat memahami persyaratan standar sistem manajemen yang diakui secara internasional.
Oleh karenanya, Kemenperin fokus pada pemulihan ekonomi nasional dengan melaksanakan program-program prioritas, di antaranya Program Pendidikan dan Pelatihan Vokasi.
Kemudian Program Riset Serta Inovasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang ditopang melalui kegiatan percepatan pemanfaatan transformasi industri 4.0, optimalisasi pemanfaatan teknologi industri, serta penyelenggaraan forum penguatan kapasitas lembaga sertifikasi industri hijau.